Sekaten Yogyakarta 2022
Mengenal Perayaan Sekaten Serangkaian Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Sekaten juga dikaitkan dengan gamelan yang diberi nama Kyai Sekati, sebab gamelan Sekati hanya dibunyikan setiap gelaran Sekaten berlangsung.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com - Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, ada satu tradisi yang rutin diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta yakni Sekaten.
Perayaan Sekaten digelar setiap tanggal 5 - 11 Rabiul Awal dan ditutup dengan upacara Garebeg Mulud pada 12 Rabiul Awal.
Dilansir dari situs laman resmi Keraton Yogyakarta, Sekaten berasal dari Bahasa Arab ‘syahadatain’ yang berarti dua kalimat syahadat.
Sekaten juga dikaitkan dengan gamelan yang diberi nama Kyai Sekati, sebab Gamelan Sekati hanya dibunyikan setiap gelaran Sekaten berlangsung.
Jika sedang tidak digunakan, Gamelan Sekati akan disimpan di Bangsal Trajumas di Kraton.
Gangsa Sekati yang dimiliki Kasultanan Yogyakarta adalah warisan dari kerajaan Mataram.
Awalnya dengan nama Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kanjeng Kyai Guntursari.
Saat perjanjian Giyanti, kemudian menjadikan Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta menyebabkan Gamelan Sekati dibagi dua.
Gamelan Gunturmadu diserahkan di Kasultanan Yogyakarta dan Guntursari ada di Kasunanan Surakarta.
Agar gamelan menjadi seperti sedia kala, Sri Sultan Hamengku Buwono I membuat duplikat Guntursari yang diberikan nama Nagawilaga.
Akhirnya kini gamelan Sekati menjadi dua, dengan salah satunya merupakan duplikat dari gamelan yang berada di Surakarta.
Hal itulah yang menyebabkan mengapa gamelan Gunturmadu menjadi gamelan yang pertama dibunyikan ketika berada di Pagongan.
Sebab Gunturmadu dianggap gamelan yang lebih tua dibandingkan Nagawilaga yang merupakan duplikat.
Dikutip dari Tribunnews, pada masa Kerajaan Demak, para Wali menggunkan momentum kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada Bulan Mulud (Tahun Jawa) untuk berdakwah.
Para Wali akan membunyikan Gamelan Sekati untuk menarik perhatian masyarakat.
Masyarakat yang tertarik pun akan berkumpul dan mendengarkan dakwah para Wali dalam menyebarkan agama Islam.
Sekaten yang diselenggarakan pada Bulan Mulud kemudian juga sering disebut dengan peringatan Muludan.
Peringatan Sekaten ditandai dengan Miyos Gongso.
Miyos Gongso ditandai dengan keluarnya dua gamelan pusaka, yaitu Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo.
Gamelan akan dibawa keluar dari Keraton, selanjutnya diusung menuju area Panggonan Masjid Gedhe Kauman pada 6 Mulud (Tahun Jawa), dan akan dikembalikan lagi pada 12 Mulud ke Keraton melalui prosesi Kondur Gangsa.
Selama berada di Panggonan Masjid Gedhe Kauman antara 6-12 Mulud, gamelan akan terus menerus ditabuh sejak pagi hingga tengah malam secara bergantian.
Rentang waktu pada saat gamelan dibunyikan ini disebut Sekaten.
Dikutip dari Kompas.com, terdapat dua tradisi yang dilakukan selama Sekaten berlangsung, yaitu Grebeg Muludan dan Numpak Wajik.
Grebeg Muludan Grebeg Muludan diadakan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal atau sebagai acara puncak peringatan Sekaten.
Tradisi ini dimulai dari pukul 08.00 sampai 10.00 WIB dikawal dengan 10 macam bregada (kompi) prajurit Kraton.
Prajurit tersebut adalah wirabraja, dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrirejo, Surakarsa, dan Bugis.
Pada tradisi ini akan ada sebuah gunungan yang berisikan beras ketan, makanan, buah-buahan, serta sayuran yang dibawa dari Istana Kemandungan ke Masjid Agung untuk didoakan.
Setelah didoakan, bagian gunungan yang dianggap sakral akan dibawa pulang dan ditanam di sawah atau ladang agar sawah mereka dapat tumbuh subur dan terbebas dari bencana.
Upacara Numpak Wajik dilaksanakan dua hari sebelum Grebeg Muludan, diadakan di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00.
Upacara ini berisikan kotekan atau permainan lagu menggunakan kentongan, lumping (alat untuk menumpuk padi) dan sejenisnya.
Numpak Wajik menjadi tanda awal pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan.
Lagu-lagu yang dimainkan dalam upacara Numpak Wajik adalah lagu Jawa popular, seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal Awil, dan lainnya.