Fenomena La Nina

Penjelasan BMKG Soal Fenomena La Nina yang Picu Hujan di Musim Kemarau

Menurut BMKG, pemicu hujan di sejumlah wilayah di Indonesia saat musim kemarau ini adalah fenomena La Nina.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM
PEngguna jalan menggunakan jas hujan saaat melintas di jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta, Kamis (13/8/2020). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan terjadi gangguan cuaca sesaat berupa belokan atau perlambatan kecepatan arah angin di wilayah Pulau Jawa dan hal inilah yang memicu turunnya hujan di musim kemarau ini. 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim kemarau.

Namun meski sudah memasuki musim kemarau, hujan lebat masih mengguyur sejumlah wilayah.

Bahkan hujan yang turun saat musim kemarau ini, hujan yang turun tak kalah lebatnya seperti saat musim penghujan.

Menurut BMKG, pemicu hujan di sejumlah wilayah di Indonesia saat musim kemarau ini adalah fenomena La Nina.

Terus apa sebenarnya La Nina ini?

Dikutip dari Kompas.com, dalam penjelasannya, BMKG menyebut La Nina adalah fenomena alam yang dipicu Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Hal itu menyebabkan meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia saat musim kemarau.

Kedatangan musim kemarau di Indonesia umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia).

BMKG memprediksi peralihan angin monsun terjadi seiring aktifnya Monsun Australia pada akhir April 2022 lalu.

Kemudian mulai mendominasi wilayah Indonesia pada bulan Mei hingga Agustus 2022.

BMKG mencatatat, jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim kemarau periode 1991-2020, maka awal musim kemarau 2022 di Indonesia diprakirakan mundur.

Secara umum kondisi Musim Kemarau 2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 197 Zona Musim (ZOM) atau 57,6 persen.

Namun, sejumlah 104 ZOM atau 30,4 persen wilayah Indonesia, akan mengalami kondisi kemarau "Atas Normal" atau musim kemarau lebih basah.

Baca juga: Cuaca Hari Ini, BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem di 31 Provinsi

Musim kemarau lebih basah yaitu curah hujan pada musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis.

Sementara 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami "Bawah Normal" atau musim kemarau lebih kering.

Musim kemarau lebih kering yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.

Berdasarkan Zona Musim di Indonesia, BMKG mencatat puncak musim kemarau 2022 di wilayah Indonesia diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Agustus 2022.

BMKG memperkirakan sebanyak 52,9 persen Zona Musim tercatat mengalami puncak kemarau.

Menurut keadaan itu musim kemarau pada tahun 2022 akan datang lebih lambat dibandingkan normalnya dengan intensitas yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya.

Imbauan BMKG untuk menghadapi musim kemarau 2022

BMKG menghimbau masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan memasuki musim kemarau lebih awal untuk tetap waspada.

Wilayah yang memasuki kemarau lebih awal antara lain:

- Sebagian Sumatera

- Sebagian Jawa,

- Kalimantan bagian selatan

- Sebagian Bali

- Sebagian Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua bagian timur.

Selain wilayah yang memasuki kemarau lebih awal, BMKG juga menghimbau perlunya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering.

Wilayah yang mengalami musim kemarau lebih kering antara lain:

- Sumatera Utara bagian utara

- Sebagian Jawa Barat

- Jawa Tengah bagian utara

- Sebagian Jawa Timur

- Sebagian Bali

- Sebagian Nusa Tenggara

- Sebagian Kalimantan

- Sebagian Sulawesi dan Maluku.

Kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau ini.

Terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih.

Pemerintah Daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air sebelum memasuki puncak musim kemarau.

Hal itu bertujuan untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. (*)

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved