Berita Sleman Hari Ini

Klarifikasi PT DPS Terkait Bangunan Komersil yang Didirikan di atas 60 Hektare Tanah Kas Desa Sleman

Tanah kas desa seluas lebih kurang 60 hektare di Kabupaten Sleman telah dikembangkan menjadi Resort, guest house, dan bangunan komersil lainnya.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tanah kas desa seluas lebih kurang 60 hektare di Kabupaten Sleman telah dikembangkan menjadi Resort, guest house, dan bangunan komersil lainnya.

Satu dari pembangunan itu terendus oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY dan instansi terkait. 

Mereka melakukan sidak ke salah satu Tanah kas desa yang dikembangkan menjadi tempat hunian yang komersil, yakni di kawasan Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Selasa (9/8/2022) kemarin.

Baca juga: Angka Stunting di Kota Yogyakarta Menurun Signifikan

Seperti apa tata cara pemanfaatan tanah kas desa setelah muncul Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY?

Saat dikonfirmasi, Direktur PT Deztama Putri Santosa, Robinson, selaku pemrakarsa hunian di kawasan Condongcatur, Kapanewon Depok, yang kemarin disidak Satpol PP DIY memberi klarifikasi.

Pihaknya telah mengembangkan 60 hektare lahan di Kabupaten Sleman untuk dijadikan hunian komersil antara lain guest house, resort, vila serta lainnya.

"Kami semuanya by administrasi. Kami mulai dari masyarakat terkondisi dari desa, camat, kabupaten dan provinsi," kata Robinson, Rabu (10/8/2022).

Dia menjelaskan, tahapan pengembangan lahan tanah kas desa itu dimulai dari izin masyarakat. 

Jika seluruh masyarakat setuju, terdapat kompensasi berupa dukungan peningkatan infrastruktur di sekitar lahan tanah kas desa yang akan digarap.

Setelah itu, proses izin akan berlanjut ke kalurahan atau kelurahan, yang kemudian sampai pada tingkat kecamatan.

"Setelah itu ditandatangani ke Bupati, lalu provinsi sampai masuk ke tepas panitikismo Kraton Jogja, baru izin Gubernur," jelas Robin.

Robin mengklaim, tujuan pemanfaatan tanah kas desa yang dalam administrasinya ada pada Kraton Yogyakarta itu, semata-mata untuk menunjang perekonomian masyarakat desa.

Selain itu, pemanfaatan tanah kas desa secara terukur juga diklaim olehnya dapat berdampak positif secara administratif.

"Kalau mengelola dari segi pemanfaatannya itu betul-betul menjaga, karena begitu dikelola itu kan sudah masuk teradministrasi ke dalam negara. Kalau sering didengar dukuh ditangkap kejaksaan karena tidak teradministrasi. Dia mengelola di luar negara, tidak sepengetahuan negara," ungkapnya.

"Kalau saya saat ini di Sleman 50-60 hektare. Harapannya memberikan dampak positif. Semua administrasinya jelas. Ada izin dari Gubernur," sambungnya.

Dia mengaku, mulai mengembangkan tanah kas desa di wilayah DIY sejak 2012 silam.

Secara aturan, batas penggunaan lahan tanah kas desa yang disewa hanya 20 aturan.

Pihaknya juga menegaskan, sebelum melakukan pengembangan lahan, mereka terlebih dahulu melakukan studi kelayakan dan studi bisnis yang terukur.

Sementara, pihak Keraton Yogyakarta yang membawahi urusan tanah Kasultanan, Tepas Panitikismo hingga berita ini diterbitkan belum berkenan dikonfirmasi.

Diberitakan sebelumnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyegel sebuah perumahan lantaran diduga berada di atas tanah kas desa.

Perumahan tersebut diprakarsai oleh PT. DPS dengan nama perumahan Singgah Hijau yang berlokasi di Jalan Melon, Senturan, Caturtunggal, Kabupaten Sleman.

Penyegelan lokasi pembangunan area Singgah Hijau hari ini, Selasa (9/8/2022) melibatkan personil Satpol PP DIY, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, instansi terkait Kabupaten Sleman dan aparat desa Caturtunggal.

Pelanggaran Izin

Kasatpol PP DIY Noviar Rahmad mengatakan, pihak pemrakarsa dalam hal ini PT.DPS melakukan pelanggaran terkait izin gubernur dalam pemanfaatan tanah kas desa di desa Caturtunggal.

"Harusnya izin gubernur dikantongi dulu, sebelum membangun sebagaimana pergub 34/2017 tentang pemanfaatan tanah desa," kata Noviar, Selasa sore.

Dia menjelaskan, pihak PT.DPS menyewa tanah kas desa di Caturtunggal seluas 13.675 meter persegi.

Dari lahan seluas itu, baru 5.000 meter persegi yang sudah berizin.

Baca juga: 5 Objek Wisata Jogja yang Jarang Orang Ketahui, Yuk Intip Apa Saja!

"Sisanya yang 11.215 meter persegi belum ada izin Gubernur dan IMB" tambah Noviar.

Untuk itu Noviar berharap secepatnya pihak yang bersangkutan mengurus kewajiban perizinan yang belum dilengkapi sebagaimana Pergub 34 Tahun 2017.

"Dan sebelum izin Gubernur turun, proses pembangunan untuk dihentikan," jelas Noviar.

Noviar berharap semua pihak taat aturan dan patuh pada Sri Sultan Hamengku Buwono X maupun Kadipaten Pakualam sebagai pemilik sah tanah kas desa di DIY.

"Semua kepemilikan tanah desa tidak bisa disewakan tanpa sepengetahuan Keraton Yogyakarta maupun Pakualaman," tutupnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved