Berita Kota Jogja Hari Ini

Kasus DBD di Kota Yogya Melonjak Sepanjang 2022, Dua Pasien Meninggal Dunia

Hingga Juli 2022 ini, muncul 107 kasus DBD di Kota Yogyakarta, dimana dua di antaranya meninggal dunia.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
eliminatedengue.com
Tim peneliti WMP Yogyakarta mengembangbiakkan nyamuk ber-Wolbachia di Laboratorium Entomologi WMP Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di tengah lonjakan kasus Covid-19, warga masyarakat Kota Yogyakarta harus semakin mewaspadai potensi sebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD).

Pasalnya, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, terjadi peningkatan kasus dibanding 2021 lalu.

Hingga Juli 2022 ini, muncul 107 kasus DBD di Kota Yogyakarta, dimana dua di antaranya meninggal dunia.

Jika diperinci, sebaran DBD paling mencolok terjadi Januari silam, yang menyumbang 41 kasus sekaligus. Selebihnya, penularan konsisten di bawah 25 kasus per bulan.

Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu menandaskan, lonjakan kasus tersebut jelas tidak dapat disepelekan.

Terlebih, ada dua warga yang meninggal akibat DBD.

"Januari itu kan ada 41 kasus, Februari 13, Maret 10, April 9, Mei 22, Juni 7 dan Juli 5. Semoga grafiknya bisa turun terus. Kemudian, dua pasien yang meninggal dunia ya, di Klitren, serta Keparakan itu," ungkapnya, Senin (1/7/2022).

Baca juga: Update Kasus DBD di Gunungkidul : 355 Kasus Sejak Januari Lalu, 3 Meninggal

Baca juga: DBD di Klaten Tercatat 297 Kasus, Dinas Kesehatan Minta Warga Terapkan PSN

Ia menyatakan, jika dibandingkan data pada 2021 silam, sebaran DBD di Kota Yogyakarta memang melonjak cukup drastis.

Sebagai informasi, selama 2021, Dinkes hanya menjumpai 94 kasus, serta satu pasien meninggal.

"Makanya, ini memang ada peningkatan. Warga masyarakat harus semakin mewaspadai potensi DBD," urainya.

Endang tak memungkiri, intensitas hujan yang sejak awal tahun konsisten tinggi, sangat mempengaruhi sebaran DBD di wilayahnya.

Ditambah lagi, masyarakat dewasa ini mulai menunjukkan keengganan dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di sekitar lingkungannya.

"Sementara gerakan satu rumah satu jumantik cenderung kurang optimal. Kemudian PSN mengendor, padahal itu kan sangat penting untuk menekan kasus," cetusnya.

Lebih lanjut, Endang menandaskan, program nyamuk ber-wolbachia hingga kini masih bergulir di Kota Yogyakarta dan dinilai ampuh untuk menekan angka DBD.

Bahkan, katanya, penerapan program ini semakin diperluas, dan mulai diratakan di seluruh kemantren di Kota Pelajar. 

"Ya, wolbachia sudah lama diterapkan di semua wilayah. Dinkes juga masih rutin menggulirkan pemantauan, dengan mengambil sample-sample nyamuk di wilayah, apa masih ber-wolbachia, atau tidak," pungkasnya. (Tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved