Cerita Warga Soal Lahan Apartemen Royal Kedhaton Objek Suap Penerbitan IMB yang Seret Eks Wali Kota

"Jual beli pertama oleh pihak penjual dengan pembeli atas nama Dadan Jaya. Proses pada sekitar tahun 2016 lalu. pengurusan IMB waktu itu dengan mengad

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Miftahul Huda
Lahan yang direncanakan dibangun apartemen Royal Kedhaton , Jumat (3/6/2022) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta , Haryadi Suyuti sebagai tersangka kasus suap izin pembangunan apartemen di Wilayah Yogyakarta. 

KPK masih terus melakukan penyidikan untuk melengkapi berkas perkara yang menjerat mantan orang nomor satu di Kota Yogyakarta itu.

Disebutkan bahwa kasus suap terhadap Haryadi itu berkaitan dengan pemberian Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) apartemen Royal Kedhaton

Apartemen itu rencananya akan didirikan wilayah di Jalan Gandekan Lor, Kemetiran Lor, Pringgokusuman, Gedongtengen, Kota Yogyakarta .

Lahan itu masih tampak tertutup rapat oleh pagar galvalum setinggi tiga meter. 

Dari luar memang belum ada bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut.

Baca juga: Pedagang Menjerit, Harga Komoditas Cabai di Kota Yogya Terus Melejit

Salah seorang warga RT 46, RW 13, Kemetiran Lor, Pringgokusuman, Gedongtengen, Suwasi Adi (52) menuturkan di atas lahan itu nantinya akan dibangun sebuah tempat semi apartemen

"Informasinya bakal jadi semi apartemen . Jadi yang bawah itu untuk kayak supermarket lalu yang atas kayak hotel lalu atas lagi apartemen," ujar Adi, kepada Tribunjogja.com, Jumat (10/6/2022)

Bangunan semi apartemen itu, kata Adi, rencananya akan dibangun hingga 14 lantai. Dengan memanfaatkan luasan tanah 5.995 meter persegi.

"Tinggi bangunan 40 meter dan 14 lantai yang dua itu basement. Luasan 6.000 meter persegi kurang 5 meter," ucapnya.

Perjalanan asal usul lahan itu pun cukup rumit.

Adi menjelaskan, lahan itu mula-mulanya akan dibangun hotel kondonium Dadan.

Di tengah perjalanan, PT Summarecon Agung atau perusahaan yang berencana membangun apartemen yang bermasalah tersebut kemudian membeli lahan itu.

"Jual beli pertama oleh pihak penjual dengan pembeli atas nama Dadan Jaya. Proses pada sekitar tahun 2016 lalu. pengurusan IMB waktu itu dengan mengadakan sosialisasi kepada warga RT 46 dan 47 yang berbatasan langsung dengan lokasi," kata dia.

Adi menjelaskan, ada 11 kepala keluarga yang dimintai izin mendirikan bangunan oleh pihak Dadan Jaya berupa hotel Kondonium Dadan.

Proses izin itu pun menurutnya banyak menemui kendala salah satunya terkait analisa dampak lingkungan (Amdal) dan lainnya.

Kemudian pada 2019 tanah itu pun dijual oleh pihak Dadan Jaya ke pihak PT Summarecon Agung.

"Berhubung adanya perpindahan owner maka IMB dan amdal yang lama dinyatakan gugur karena bangunan berganti dengan apartemen bertingkat 14 dengan ketinggian 40 meter dari tanah," jelasnya.

"Proses pembuatan IMB dilakukan tapi herannya dengan amdal dan perizinan dari owner pertama yang punya itu sudah aneh," imbuhnya.

Warga kemudian diperkenalkan dengan pemilik lahan kedua yang saat ini ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus suap IMB yakni ON selaku Vice President PT Summarecon Agung.

Warga di Rt 46 kemudian mengusulkan sejumlah point yang patut diperhatikan oleh pihak PT Summarecon Agung, baik saat pembangunan maupun sesudah pembangunan apartemen itu selesai.

Di antaranya usulan saat pembangunan, lanjut Adi, warga meminta air tanah diperhatikan, debu yang timbul diperhatikan, kebisingan jam kerja, meminta PT Summarecon memperhatikan bangunan dengan kerusakan yang ada waktu pembangunan dan kompensasi warga yang terdampak.

"Kemudian usulan setelah pembangunan yaitu gangguan karena kurangnya sinar matahari di Barat lokasi akibat tertutup bangunan setinggi 40 meter, udara yang langsung berpengaruh dari Barat ke Timur, pengaruh air tanah atau penurunan air sumur, dan gangguan sinyal," terang Adi.

Melihat usulan dari warga rt 46 di sebelah Barat yang begitu banyak, kata Adi pihak PT Summarecon Agung seolah menutup mata.

"Alasannya di Barat terpisah dengan jalan maka dianggap warga di Barat adalah jalan, dengan itu warga di Barat dianggap tidak ada. Maka dilakukan sosialisasi dengan warga rt 47 dengan tanpa melibatkan warga rt 46," ujarnya.

Baca juga: Akrab dengan Teknologi Canggih Masa Kini, Generasi Muda Perlu Membumikan Pancasila

"Memang ada satu warga sebagai perwakilan tapi itu tidak juga dianggap wilayah yang berdampak, maka hasilnya juga tidak dibahas apa yang menjadi usulan warga," sambung Adi.

Setelah dianggap ada kejanggalan, Adi dan warga lainnya merasa kaget sebab pertemuan perwakilan PT Summarecon Agung dengan warga untuk yang ketiga kalinya langsung tanda tangan para warga di RT 47 sebanyak 3 KK, lalu beberapa warga di RW 13 serta lurah dan camat.

"Kemudian jadilah IMB yang keluar pada tanggal 2 Juni 2022 itu," ucapnya.

Jika diruntut, lahan tersebut dulunya bangunan cagar budaya yang pada saat itu terdapat bangunan sekolah SMP Piri 2 dan 15 bangunan lainnya berupa pendopo dan rumah penduduk. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved