Perayaan Idul Adha Tahun Ini Berpotensi Berbeda, Ini Penjelasan BRIN dan Kemenag
Perayaan Idul Adha 2022 atau 1443 hijriah di Indonesia antara pemerintah dengan Muhammadiyah berpotensi berbeda.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – Perayaan Idul Adha 2022 atau 1443 hijriah di Indonesia antara pemerintah dengan Muhammadiyah berpotensi berbeda.
Hal ini disampaikan oleh Profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN yang juga anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag Thomas Djamaluddin.
Muhammadiyah sendiri sudah memutuskan Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2022.
Sementara pemerintah baru akan memutuskan kapan Idul Adha 1443 Hijriah setelah menggelar sidang isbat.
Prof Thomas mengatakan potensi perbedaan perayaan Idul Adha ini terlihat dari analisis garis tanggal.
"Garis tanggal dibuat dengan menggunakan kriteria yang berlaku di masyakat," kata Thomas dikutip dari Kompas.com, Senin (6/6/2022).
Saat ini, terdapat dua kriteria utama yang digunakan di Indonesia, yaitu kriteria wujudul hilal dan kriteria baru MABIMS.
Thomas menjelaskan, kriteria wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah berdasarkan pada kondisi Bulan yang terbenam setelah Matahari.
Artinya, tidak melihat pada berapapun ketinggian hilal, selama berada di atas ufuk saat Matahari terbenam.
Sementara kriteria baru MABIMS, berdasarkan pada batasan minimal terlihatnya hilal atau visibilitas hilal.
Adapun MABIMS adalah kepanjangan dari Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Kesepakatan baru MABIMS, hilal dinyatakan dengan elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) minimum 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya syafak (cahaya senja) dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat.
"Kriteria baru MABIMS digunakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan beberapa ormas (organisasi masyarakat) Islam," tutur Thomas.
Posisi hilal
Thomas mengatakan, saat maghrib 29 Juni 2022, posisi Bulan di Indonesia sudah berada di atas ufuk.