Apa Itu Migrasi TV Analog ke Digital? Ini Penjelasan Lengkapnya
Apa itu migrasi TV analog ke digital? Masih banyak yang bertanya-tanya tentang hal ini. Dan sebagian masyarakat masih belum memahami.
TRIBUNJOGJA.COM - Apa itu migrasi TV analog ke digital? Masih banyak yang bertanya-tanya tentang hal ini. Dan pemerintah pun mengakui sebagian masyarakat masih belum memahaminya.
Padahal pemindahan ini memiliki manfaat efisiensi frekuensi agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jaringan internet 5G.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika DIY Tri Saktiyana pun mengakui memang belum semua warga DIY memahami pemindahan siaran dari analog dan digital.
Beberapa orang masih ada yang mengira bahwa siaran digital tersebut berbayar atau langganan.
Ia pun berusaha menjelaskan kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan bahwa migrasi itu tidak berbayar, bagi masyarakat mampu yang belum memiliki TV digital tinggal membeli set top box seharga antara Rp150.000 hingga Rp250.000. Sedangkan untuk masyarakat miskin akan diberikan pemerintah secara gratis.
“Saya sampaikan terus terang bahwa antara yang paham dengan tidak ini pasti banyak yang belum paham. Sehingga perlu ada sosialisasi secara masif ke masyarakat bawah, atau semacam tutorial memasang set of box, tutorial ini harus diberikan oleh orang berpengaruh seperti artis atau pelawak. Kalau yang menyosialisasikan seperti kami di Kominfo tentu kurang berpengaruh,” papar Tri Saktiyana dalam Diskusi Publik Partisipasi Masyarakat Menyongsong TV Digital di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Senin (23/5/2022).
Staf Khusus Menteri Kominfo Rosarita Niken Widiastuti mengatakan migrasi TV analog ke digital sudah dilakukan banyak negara, tercatat sekitar 100 negara telah menghentikan televisi analog hingga 2015.
Sedangkan di Indonesia baru memulai pada 2022 ini. Padahal penggunaan TV analog nyaris 90 % menghabiskan frekuensi yang ada di Indonesia. Akibatnya jaringan internet tidak memiliki ruang yang banyak untuk mendapatkan frekuensi guna pengembangan 5G. Oleh karena itu analog switch off (ASO) dilaksanakan paling akhir 2 November 2022 mendatang.
“Sebanyak 90 persen frekuensi diduduki televisi analog, sehingga internet sedikit. Kalau TV digital satu frekuensi bisa dipakai enam sampai 12 TV. Diperpadat sehingga ada sisa frekuensi bisa dipakai untuk perluasan internet dan teknologi 5G. Kecepatan internet 5G 200 kali internet 4G. Ini tidak terlaksana kalau tidak dilakukan analog switch off atau ASO. Itulah kenapa ASO digaungkan harus terlaksana,” katanya.
Ia menegaskan untuk beralih tidak harus membayar atau berlangganan seperti yang diperkirakan sebagian masyarakat. Jika ingin beralih, masyarakat mampu cukup membeli set top box untuk mengkoneksikan dengan siaran TV digital. Bagi masyarakat miskin akan dibantu oleh pemerintah dengan dikirim ke alamat rumah masing-masing.
“Kalau ingin beli set top box silakan pilih yang sudah tersertifikasi uji Kominfo. Karena ada yang beli STB yang tidak tersertifikasi tetapi tidak bisa menyambung ke TV digital. Kami tegaskan peralihan ini tidak bayar alias gratis, tidak langganan. Selain itu pemerintah sudah siapkan 1 juta STB, akan dikirim lewat pos ke rumah masing-masing sesuai alamat untuk keluarga miskin.
Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano mengatakan masyarakat memang perlu diberikan sosialisasi terkait pentingnya peralihan dari analog ke digital atau digitalisasi siaran ini.
Salah satu alasannya karena paling penting adalah untuk pengembangan frekuensi secara efisien. Sebelum muncul ponsel pintar, belum butuh frekuensi yang banyak, namun saat ini nyaris sebagian besar masyarakat memiliki smartphone sehingga kebutuhan frekuensi sangat besar.
“Kalau televisinya sudah smart tv itu sudah tidak perlu beli STB lagi, antena tinggal disambungkan ke VHF langsung bisa mengakses siaran televisi digital,” ujarnya.
Jika ada sebagian besar yang menilai bahwa migrasi ini terburu-buru, Hardly menilai justru pemerintah Indonesia sudah terlambat karena negara lain sudah lama melakukannya. Sebelumnya Indonesia terganjal oleh landasan hukum.
“Manfaat siaran digital ini sangat banyak, gambarnya jadi lebih bersih. Suaranya lebih jernih karena tidak ada gangguan suara, jadi semua masyarakat akan mendapatkan hak yang sama. Teknologi lebih canggih di set top box ada early warning sistem” katanya. (rls/ord)