Ketua Komisi I DPR RI Sebut Indeks Kualitas Penyiaran Harus Berdasarkan Undang-undang
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Pekan Penyiaran Indonesia 2022 terdiri atas kegiatan sosialisasi siaran digital, diseminasi hasil
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Pekan Penyiaran Indonesia 2022 terdiri atas kegiatan sosialisasi siaran digital, diseminasi hasil indeks riset indeks kualitas siaran televisi, seminar nasional dan konferensi penyiaran (call for paper).
Pihaknya menggandeng 12 perguruan tinggi di 12 kota besar di Indonesia, untuk melakukan diskusi berdasar penilaian kualitas siaran televisi.
Sebab, transformasi teknologi digital dalam dunia penyiaran terus beradaptasi dengan ekosistem baru dan teknologi informasi.
Maka dari itu, satu di antara kategori program acara televisi yang disorot olehnya yakni kategori Program Religi.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, mengatakan indeks kualitas penyiaran harus berdasarkan Undang-Undang Penyiaran. Sebab, ia mengatakan terdapat beberapa tujuan penyiaran menurut UU Penyiaran.
Baca juga: Ketua DPD LDII Kulon Progo: Ada 3 Ciri Yang Harus Dimiliki Ketua Pengurus
"Tujuan penyiaran menurut undang-undang, yakni untuk memperkukuh integrasi nasional sebagaimana watak dan jadi diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Jadi, memang untuk religi itu sudah dipikirkan oleh undang-undang. Selanjutnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi, yang mecerdaskan yakni tayangan. Sehingga, tayangan religinya harus juga mencerdaskan, jangan yang tidak masuk akal, yang tidak sesuai agama, dan akhirnya jadi bulian di sosial media," Katanya, dalam Konferensi Penyiaran Indonesia Tahun 2022, Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Tv Tahun 2022 "Potret Siaran Religi di Televisi", di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Minggu (22/5/2022) pagi.
Kemudian, ujarnya, terdapat poin memajukan kesejahteraan umum, hal tersebut tidak dipisah-pisah oleh undang-undang. Sebab pernyataan itu terintegrasi.
Jadi, imbuhnya sebuah tayangan yang diharapkan tidak hanya dapat menimbulkan iman dan takwa, tetapi juga mencerdaskan.
Lanjutnya, terdapat unsur untuk memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran.
Sehingga, papar Meutya, indeks kualitasnya, harus melihat secara keseluruhan dari poin-poin tersebut.
"Bagaimana kami membuat sebuah tayangan berhasil atau tidak, atau berkualitas atau tidak, dapat dirujuk pada undang-undang penyiaran," jelasnya.
Ia pun menyampaikan, bahwa tantangan penyiaran saat ini tidak hanya melalui tayangan terestrial saja. Namun, terdapat hal lain yakni internet, youtube, dan sebagainya.
Maka dari itu, tayangan-tayangan di televisi juga termasuk tayangan religi menjadi amat penting sebagai penyeimbang dari dunia yang tanpa batas dan tanpa filter.
"Bagaimanapun filter yang mau kami lakukan. Baik secara teknologi maupun secara aturan hukum terhadap tayangan-tayangan yang muncul di internet itu amat sangat buruk. Sehingga, caranya adalah menyeimbangkan, dengan tayangan-tayangan lainnya di televisi," bebernya.
Baca juga: Menteri Sosial Kunjungan Kerja ke Gunungkidul, Beri Bantuan untuk Warga Setempat
Ia pun mengatakan, saat ini masyarakat khususnya di Indonesia telah memasuki masa digitalisasi. Artinya, ke depan tayangan-tayangan televisi melalui broadcasting.