APILL di Simpang Pingit Miliki Durasi Lampu Merah Terlama di Kota Yogyakarta, Ini Alasan Dishub
erempatan Pingit, Kota Yogyakarta, yang berlokasi tepat di sisi barat simpang Tugu Pal Putih selama ini kondang dengan predikat lampu APILL (bangjo)
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perempatan Pingit, Kota Yogyakarta, yang berlokasi tepat di sisi barat simpang Tugu Pal Putih selama ini kondang dengan predikat lampu APILL (bangjo) dengan durasi terlama.
Akan tetapi, Dinas Perhubungan (Dishub) setempat ternyata mempunyai alasan tersendiri.
Sebagai informasi, durasi lampu merah di simpang Pingit tersebut bisa mencapai 90 detik dengan durasi lampu hijau yang berada di bawahnya.
Kabid Lalu Lintas Dishub Kota Yogyakarta , Windarto, mengakui, bahwa di wilayahnya, lampu merah di simpang Pingit jadi yang terlama.
Baca juga: Sidang DEWG G20 Resmi Dibuka, Menkominfo: Sugeng Rawuh Ing Ngayogyakarta
"Benar begitu, dan di simpang Pingit itu, lampu merahnya diatur sesuai volume lalu lintas yang terjadi ketika itu juga, sudah otomatis itu," tandasnya, Selasa (17/5/2022).
Setali tiga uang, dengan durasi lampu hijau yang teramat sering dikeluhkan masyarakat, karena dianggap terlampau singkat.
Menurutnya, pengaturan ini harus diterapkan oleh Dishub karena mempertimbangkan kepadatan arus lalu lintas perempatan Pingit , pada jam-jam tertentu.
"Karena max green-nya 60 detik, jadi itu sudah paling lama. Mau ngga mau, ya, lampu hijaunya kan juga menyesuaikan volume, imbasnya merahnya jadi lama," katanya.
Windarto menyatakan, durasi lampu merah di perempatan Pingit pun tidak berkaitan secara langsung dengan status sebagai salah satu jalur penghubung, antara Kabupaten Sleman-Kota Yogyakarta.
Ia berujar, pengaturan durasi tersebut, seluruhnya menyesuaikan volume lalin.
"Tidak ada kaitannya (dengan jalur penghubung antar kota), durasi tergantung volume lalu lintasnya. Tapi, maksimal, paling lama, cuma 90 detikan kok itu," tandasnya.
Lebih lanjut, Dishub menyebut, pengaturan APILL secara otomatis menjadi salah satu upaya guna mengurai potensi kemacetan lalu lintas.
Hanya saja, Windarto menandaskan, khusus seputar Malioboro, kemacetan tetap sulit terurai, khususnya saat libur panjang, atau long weekend.
"Ya, Malioboro kini memang over capacity. Dengan APILL yang telah diatur secara otomatis pun belum bisa mengurai kepadatan di sana. Jadi, volume lalu lintas yang lewat sana memang sudah melampaui kapasitas," terangnya.
Selain itu, selama akhir pekan silam, pihaknya mendapati permasalahan banyaknya wisatawan dengan mobil pribadi, yang parkir sembarangan.
Terang saja, jajaran Dishub pun harus ambil langkah tegas lewat penempelan stiker dan penggembosan ban kendaraan para pelanggar.
"Itu semuanya di Jalan Pasar Kembang. Muaranya ke sana semua, karena satu arah, terus menyebabkan penyempitan. Rata-rata kendaraan kecil, paling besar cuma hiace. Tapi, ya, karena kendaraan pribadi, jadi repot itu, supirnya kan ikut turun, ikut berwisata juga pastinya," ungkapnya.
Baca juga: Panen Raya Bawang Merah di Bantul, Harga di Tingkat Pedagang Capai Rp 25 ribu per Kilogram
"Kalau TKP sebetulnya masih ada tempat. Tapi, orang kita memang senengnya gitu, mana yang lebih dekat. Jadinya, begitu ada satu mobil yang parkir di Jalan Pasar Kembang, yang di belakangnya ikutan itu," lanjut Windarto.
Dishub memandang, skema Trans Wisata yang kini tengah disiapkan, jadi solusi efektif untuk mengantidipasi problem kemacetan selama libur panjang.
Menurutnya, saat ini ada shuttle bus yang disiapkannya bersama Pemda DIY guna menunjang keberlangsungan program tersebut.
"Tapi, untuk saat ini masih taraf koordinasi dengan DIY. Jadi, sudah ada rencana dengan bus listrik, mulai 2023 itu akan melayani Malioboro dan sekitarnya," urai Windarto
"Untuk lebih jelasnya, Pemda DIY yang lebih memahami, ya, karena mengenai jenjs dan jumlah bus yang disiapkan, DIY lebih paham, pendataan di sana," imbuhnya. (aka)