Peneliti BRIN Sebut Ganjar Harus Hadapi Puan pada Pilpres 2024
Peneliti ahli utama BRIN Siti Zuhro menilai, Puan tidak akan mundur dari kontestasi 2024 karena akan berdampak pada tampuk kepemimpinan partai.
Penulis: DNA | Editor: APS
TRIBUNJOGJA.COM- Partai Nasional Demokrat (NasDem) batal menggelar Konvensi Calon Presiden (Capres) 2024.
Gelaran konvensi itu diganti dengan menjaring usulan nama capres lewat pengurus Partai Nasdem provinsi yang memunculkan nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Erick Thohir, dan Airlangga Hartarto.
Peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengungkapkan, NasDem memang dikenal sebagai pelopor untuk penjaringan pemimpin.
Terutama, kata dia, para pemimpin yang dimajukan untuk kontestasi pemilihan umum kepala daerah (pilkada) maupun presiden dan wakil presiden (wapres).
"Partai NasDem sejak mulai lahir ikut pemilihan umum (pemilu) selalu memimpin untuk mendahului. Selalu dia memimpin ketika mencalonkan siapa yang tepat baik untuk pilkada maupun pilpres. Sekarang juga menjaring politisi lain,” ujar Zuhro dalam siaran persnya, Selasa (10/5/2022).
Menurutnya, ada pertanyaan besar terkait penjaringan nama yang dilakukan NasDem, yaitu sejauh mana nama tokoh yang terjaring mampu mendatangkan keuntungan untuk NasDem.
Baca juga: Puan Minta Pembuatan UU Harus Berkualitas, Direktur Lingkar Madani Berikan Apresiasi
"Ini bisa memberi nilai tambah yang luar biasa kepada NasDem atau tidak?" ucap Zuhro.
Terkait dengan Ganjar Pranowo yang masuk dalam penjaringan nama, ia mengungkapkan memiliki pendapat berbeda.
Zuhro mengulik sejarah keberadaan Jusuf Kalla (JK) yang kala itu dipinang Partai Demokrat. JK memang tidak diajukan Golongan Karya (Golkar), tetapi ia berhasil menjadi ketua umum (ketum) di partai berlambang beringin itu.
Berbeda dengan JK, ia menilai bahwa Ganjar akan lebih sulit untuk menjadi Ketum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
"Hal itu apakah bisa disalin dengan Ganjar di PDI-P. Itu pertanyaan besar menurut saya," jelasnya.
Apalagi, lanjut Zuhro, kultur politik masing-masing partai sangat berbeda.
Dengan adanya kultur politik tersebut, ia mengatakan, NasDem harus memperhitungkan apakah PDI-P dan Ganjar mampu memberikan nilai tambah luar biasa, terutama bagi partai yang merekrut mereka.
Baca juga: Peringatan May Day, Puan Maharani Terus Perjuangkan Buruh
"Budaya politik di internal PDI-P itu tegak lurus. Sementara Golkar tidak punya tegak lurus, faksi-faksi. Jadi berapa elite itu punya pengaruh masing-masing," ucap Zuhro.
Selain itu, lanjut dia, Ganjar masih harus menghadapi Puan Maharani di internal PDI-P.
Zuhro menilai, Puan tidak akan mundur dari kontestasi 2024 karena akan berdampak terhadap tampuk kepemimpinan partai.
"Menurut saya, Mas Ganjar sudah jelas akan menghadapi Mbak Puan. Mbak Puan tidak mungkin mundur selangkah pun, Bu Mega dalam hal ini. Beda dengan pemilu sebelumnya," jelasnya.
Modal elektabilitas
Pada kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR memberikan apresiasi terhadap konvensi NasDem meski batal dilaksanakan.
Ia menilai, mekanisme penjaringan aspirasi dari bawah sebagai ganti konvensi juga tidak menghilangkan substansi demokrasi.
"Secara ide, harapan saya pembatalan konvensi ini memberikan substansi dari konvensi agar bisa diakomodir dan dijalankan NasDem," ujar Hanta.
Baca juga: Puan Kisahkan Asal-usul Istilah Halalbihalal, Ada Peran Bung Karno dan KH Wahab Hasbullah
Menurutnya, ada dua nama terkuat yang berhasil dijaring tetapi bukan berasal dari elite partai, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Dua nama ini bisa terjaring karena modal elektabilitas.
“Ganjar dan Anies bukan orang kuat, bukan orang partai. Meski Ganjar kader partai, tetapi bukan siapa-siapa. Mereka juga tidak memiliki struktur kekuasaan yang strategis. Modal mereka adalah elektabilitas," ujar Hanta.
Sementara itu, lanjut dia, nama Airlangga Hartarto mendapat posisi kuat dengan Ganjar dalam hal latar belakang.
Seperti diketahui, Airlangga saat ini menjabat sebagai Ketum Partai Golkar. Dengan begitu, ketika NasDem menjaring Airlangga maka akan lebih mudah dalam proses pembentukan koalisi.
“Sedangkan Ganjar tidak dalam posisi seperti Airlangga. Kalau Ganjar bisa dengan koalisi atau tidak koalisi dengan partainya, yaitu PDI-P. Apalagi di PDI-P sudah ada nama Mbak Puan," jelas Hanta.
Hanta pun mengajukan kemungkinan terkait Ganjar maju dengan dukungan partai lain atau tetap bertahan di PDI-P.
Baca juga: Puan Maharani Bagikan Resep Rendang Ayam Khas Keluarga Soekarno
Menurutnya, Ganjar harus mengkalkulasi karena ia dinilai punya modal elektabilitas. Apabila Ganjar bisa seperti Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya didukung PDI-P dalam pilpres, maka ia bisa dikatakan layak bertahan.
Sebaliknya, kata Hanta, kalau kalkulasi Ganjar ujungnya tidak bisa ikut kontestasi karena PDI-P mendukung Puan, maka Gubernur Jawa Tengah (Jateng) dua periode ini harus mengambil langkah strategis agar bisa naik gelanggang 2024.
"Jadi Ganjar ini dilema. Semua berpulang pada Ganjar," ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Hanta juga mengungkapkan kemungkinan risiko ketika Ganjar merapat ke NasDem untuk Pemilu 2024.
Bergabungnya Ganjar ke NasDem, kata dia, akan mengakibatkan gangguan dalam hubungan partainya dan PDI-P.
"Ini semakin mengganggu hubungan personal maupun partai. Kalau mengusung nama ini (Ganjar) ya berpotensi makin mengentalkan jarak itu atau menjauhkan jarak itu," ucap Hanta.
Begitu pula ketika Puan maju dari PDI-P dan Ganjar dari partai lain, lanjut dia, maka akan sangat mungkin menggerus suara maupun dukungan partai berlogo banteng itu terhadap masing-masing calon.
Baca juga: Prabowo Sambangi Megawati, Bahas Kemungkinan Duet dengan Puan pada Pilpres 2024
"Risikonya kalau dua-duanya maju, tentu pecah dukungan PDI-P," tegasnya.
Oleh karenanya, Hanta menggariskan, ketika PDI-P mengajukan Puan dengan strategi tidak memberi ruang Ganjar untuk ikut serta dalam kontestasi, maka suara partai berwarna merah itu akan bulat.
Nantinya, imbuh dia, Puan akan berhadapan dengan calon dari poros lain.
"Jadi kalau Puan betul-betul mau disiapkan maju dari PDI-P, sama pentingnya memajukan Puan itu dengan 'menjegal' Ganjar untuk tidak bisa bertarung," tambahnya.
Hanta mengungkapkan telah mengajukan tiga poros yang diprediksi memainkan peran penting dalam Pemilu 2024.
Pertama, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan PDI-P yang mengajukan Prabowo-Puan.
Kedua, NasDem dengan Golkar dan partai di luar pemerintah akan mengajukan nama Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Airlangga Hartarto.
Baca juga: Buka Acara Bimtek KIP, Puan Harapkan Generasi Muda Punya Kesempatan Pendidikan yang Sama
Ketiga, Jokowi didukung beberapa partai akan mengusung Ganjar Pranowo dan Erick Thohir. Selain itu ada pula skenario lain dengan dua poros.
"Bisa jadi ketika Puan dan Prabowo berpisah, maka akan muncul dua poros saja yakni Ganjar versus (vs) Anies atau Prabowo vs Anies dan Ganjar. Masih dinamis lah," jelas Hanta.
Beban pada tokoh yang diusung
Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, apabila NasDem mengusung kader partai lain seperti Ganjar, maka beban justru ada pada orang yang diusungnya.
“Kalau pun NasDem mengusung kader partai lain, justru bebannya ada di orang yang diusung,” ujar Dosen Universitas Paramadina tersebut.
Orang yang akan diusung merasa terbebani, apalagi setelah dia diusulkan oleh NasDem menyatakan penolakan atau menerima.
Hendri mencontohkan, jika Ganjar dicalonkan oleh NasDem, dia harus segera merespons agar tidak menyakiti hati, baik PDI-P atau pemilih NasDem.
Baca juga: Berita Kriminal: Puluhan Ibu-ibu Laporkan Sepasang Suami-Istri di Solo Terkait Dugaan Arisan Fiktif
“Kalau Ganjar tidak segera merespons, dia akan melukai hati PDI-P. Artinya pintu Ganjar juga tertutup di PDI-P. Kalau saya jadi Ganjar begitu diumumkan dia harus bersikap, entah itu menolak atau menerima,” jelasnya.
Sebelumya, PDI-P dan NasDem berkoalisi pada Pemilu 2019. Namun, untuk pemilu 2024 belum tentu dipastikan akan berkoalisi.
Hendri mengatakan, berkoalisi tidaknya antara PDI-P dan NasDem adalah dinamika dalam berdemokrasi.
“Ya dalam sebuah pertandingan ada koalisi wajar. Kalau pertandingan sudah selesai dan ganti koalisi kan wajar. Itu namanya dinamika politik,” sebut pria yang akrab disapa Hensat itu.
Menurutnya, hal yang mesti dijaga oleh NasDem adalah amanah dari pemilihnya.
“Keberpihakan kepada masyarakat. Bagaimana NasDem menjaga keinginan masyarakat atau bisa menjawab kesulitan di masyarakat dengan program-program NasDem, termasuk memilih calon pemimpin,” jelas Hensat.
Baca juga: Tinjau Pasar Jungke Karanganyar, Puan Pastikan Kebijakan Stabilisasi Harga Dirasakan Masyarakat