Hari Kartini
RA Kartini Sang Pahlawan Emansipasi Perempuan, Penyebab Meninggalnya yang Menjadi Teka-teki
R.A Kartini dikenal sebagai Pahlawan Nasional Indonesia yang menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan melalui surat-suratnya.
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - R.A Kartini dikenal sebagai Pahlawan Nasional Indonesia yang menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan melalui surat-suratnya.
Sosoknya yang tenar sebagai pejuang emansipasi perempuan itu pun telah tiada.
Di balik perjuangannya, RA Kartini memiliki kisah pilu terkait penyebab kematiannya.
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat (Kartini) atau RA Kartini menghembuskan nafas terkahir di usianya yang masih muda.
Diketahui, Kartini meninggal setelah melahirkan di usianya yang ke-25 tahun.
Tugas Kartini di dunia telah selesai ketika ia harus meregang nyawa tepat 4 hari selepas melahirkan putranya, Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat. Ia meninggal dunia pada 17 September 1904.
Sejarah mencatat, Raden Ajeng Kartini meninggal disebabkan oleh preeklampsia.
Sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi dan tanda-tanda kerusakan organ.
Meski begitu, tak semua sejarawan sependapat.
Berbagai teori konspirasi menyebutkan kematian RA Kartini bukanlah karena penyakit melainkan diracun.
Teori itupun semakin diperkuat saat ada dugaan kondisi Kartini nan segar bugar pada saat 30 menit sebelum meninggal.
Dikutip Tribunjogja.com dari berbagai sumber, menurut suami Kartini sekaligus Bupati Rembang Djojoadiningrat, setengah jam sebelum meninggal istrinya masih sehat bugar dan hanya mengeluh perutnya tegang.
Van Ravesteijn, dokter sipil dari Pati, datang dan memberinya obat.
Baca juga: Hari Kartini 2022, Sudah Tahu Belum Pekerja atau Buruh Perempuan Boleh Cuti saat Datang Bulan?
Setelah itu, tiba-tiba ketegangan di perut Kartini menghebat dan 30 menit kemudian dia meninggal dalam pelukannya dan di hadapan dokter.
Demikian kisah yang diceritakan dalam buku berjudul 'Kartini, Sebuah Biografi' karya Sitisoemandari Soeroto yang rilis pada 1979.
Sebenarnya dokter langganan Kartini adalah Bouman, seorang dokter sipil di Rembang.
Sayang saat merasakan kontraksi satu hari sebelumnya, Bouman keluar kota.
Karena dokter langganan tidak ada di tempat, suami Kartini terpaksa memanggil dokter Van Ravesteijn dari Pati untuk membantu persalinan istrinya.
Empat hari setelah persalinan, Van Ravesteijn datang untuk memeriksa Kartini.
Kondisi wanita yang terkenal dengan kumpulan surat berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' ini masih baik-baik saja.
Van Ravesteijn lantas meminta Kartini meminum obat.
Sekitar 30 menit setelah Ravesteijn pergi, tiba-tiba Kartini merasakan sakit perut yang menghebat.
Djojoadiningrat lantas menyuruh orang untuk memanggil sang dokter untuk kembali.
Namun Kartini tak tertolong lagi.
Kematian mendadak RA Kartini sontak menimbulkan rumor bahwa istri Bupati Rembang tersebut meninggal karena diracun.
Dokter langganan Kartini, Bouman, bahkan sempat melakukan penyelidikan untuk mengungkap kematian yang misterius tersebut.
Dari hasil penyelidikan terungkap, Van Ravesteijn sesungguhnya bukanlah dokter yang dapat dipercaya.
Namun hasil penyelidikan tersebut sepertinya tidak cukup kuat untuk membuktikan teori bahwa Kartini meninggal karena diracun.
Atau minimal akibat tindakan malpraktik dokter. Alhasil, sejarah resmi mencatat Kartini meninggal dunia karena sakit preeklampsia.
Baca juga: 12 KUMPULAN Puisi Hari Kartini, Gelorakan Semangat Perjuangan Perempuan Indonesia
Peristiwa ini mengingatkan kita, bahwa kematian ibu dan bayi usai melahirkan sudah terjadi sejak lama.
Bahkan, dalam surat Kartini bertanggal 11 Oktober 1901 kepada sahabat penanya Estella Zeehandelaar, Kartini menceritakan bahwa di zamannnya setiap tahun ada sekitar 20 ribu perempuan meninggal saat melahirkan.
"Dan 30 ribu anak lahir meninggal karena pertolongan bagi perempuan bersalin yang kurang memadai," kata Kartini dalam suratnya kepada Stella, saat dia mengabari mendapat tawaran sekolah bidan.
Apa yang ditulis oleh Kartini menjadi bukti bahwa kematian ibu adalah persoalan serius yang terjadi sejak zaman dahulu kala hingga sekarang.
Ironisnya, masalah yang menjadi perhatiannya justru menimpa dirinya sendiri.
Berdasarkan kabar yang beredar di kalangan dokter, Kartini meninggal karena preeklampsia.
Kondisi ini disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang biasanya menimpa ibu hamil dengan usia kandungan lebih dari 20 minggu.
Preeklampsia biasanya ditandai dengan penyempitan pembuluh darah.
Selain itu, faktor seperti kekurangan nutrisi, bayi kembar, hingga penyakit diabetes, lupus, hipertensi, atau penyakit ginjal juga meningkatkan risiko terkena preeklampsia.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )