KPPU Setop Praktik Tying di Sleman, Belanja Minyak Goreng Harus Beli Produk Lain

Jadi (konsumen) diminta membeli satu jeriken minyak 18 liter seharga Rp14 ribu per liternya, dan membeli produk lain seperti terigu, gula pasir.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Rina Eviana
TRIBUNJOGJA.COM/ Alexander Ermando
Plang pemberitahuan minyak goreng kemasan habis di salah satu gudang distributor Kalurahan Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul. Distributor di Gunungkidul mengaku kesulitan memenuhi persediaan migor kemasan saat ini. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah VII Yogyakarta melakukan pemeriksan lapangan ke salah satu distributor minyak goreng (migor) curah di Sleman. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena KPPU Kanwil VII Yogyakarta menerima laporan praktik tying agreement.

Tying agreement adalah praktik menjual satu produk atau layanan dan ada tambahan wajib untuk pembelian produk atau layanan yang berbeda. Dalam istilah hukum, penjualan yang mengikat membuat penjualan satu barang kepada pelanggan secara de facto tergantung pada pembelian barang khusus kedua.

Kepala Bidang Penegakan Hukum KPPU Kanwil VII Yogyakarta, Kamal Barok mengatakan, distributor ini melakukan tying dengan cara meminta pedagang membeli migor dengan produk lain senilai minimal Rp400 ribu atau perbandingan 1:1.

"Jadi (konsumen) diminta membeli satu jeriken minyak 18 liter seharga Rp14 ribu per liternya, dan membeli produk lain seperti terigu, gula pasir, dan lainnya. Atau bisa perbandingan 1:1. Misal minyak goreng satu jeriken dengan satu karung gula pasir, yang penting nilainya di atas Rp400 ribu," katanya, Jumat (25/3/2022).

Meski komoditas yang di-tying-kan relatif tergolong mudah dijual, namun hal tersebut tetap melanggar Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1999. Ia khawatir pedagang yang menjadi korban tying agreement akan melakukan hal yang sama pada konsumen. Tentunya konsumen akhir yaitu masyarakat yang akan menjadi korban. Sebab harus mengeluarkan uang lebih untuk berbelanja.

Terkait temuan tersebut pihaknya akan melaporkan ke KPPU pusat. Sanksi pun bisa diberikan kepada distributor itu. "Di UU nomor 5 ada sanksinya, minimal Rp1 miliar, dan paling banyak bisa 10 persen dari penjualan atau 50 persen dari keuntungan bersih. Tetapi untuk penindakan ini kan banyak yang harus dipertimbangkan juga," beber Kamal.

Menurut informasi yang diterima KPPU Kanwil VII Yogyakarta, distributor migor curah tersebut sudah melakukan praktik tying cukup lama. Pihaknya telah berkomunikasi dengan pemilik distributor, dan telah berjanji akan menghentikan praktik tying.

"Alasan tying agar mudah dalam mendistribusikan komoditas lain. Nah, itu kan menjadi (ranah) disperindag. Kami sudah berkomunikasi dengan Disperindag DIY dan Sleman terkait hal itu," terangnya.

Kamal pun meminta masyarakat untuk berani melapor jika menemukan praktik tying. Dia menyebut, pemeriksaan lapangan yang dilakukan ini juga berdasarkan laporan masyarakat. "Harapannya masyarakat mau melaporkan. Kami dapat informasi tying ini dua hari lalu. Ada foto dan laporannya jelas, sehingga kami bisa langsung menindaklanjuti," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Disperindag Kabupaten Sleman, Mae Rusmi Suryaningsih menyebut, ada tiga distributor migor curah di Sleman. Namun, baru ada satu laporan terkait distributor yang melakukan praktik tying. "Kami akan komunikasikan supaya tidak terjadi lagi," imbuhnya.

ORI mengawal
Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Budhi Masturi mengatakan, pihaknya akan mengawal agar praktik tying tidak terjadi lagi. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan KPPU Kanwil VII Yogyakarta untuk melakukan pemeriksaan lapangan. Sebab ada distributor migor curah yang masih melakukan praktik tying agreement.

"Kami mengawasi, mengawal karena kelangkaan dan kenaikan minyak goreng ini menjadi persoalan bersama. Apalagi dengan adanya temuan tying ini, masyarakat terbebani dan menunggu bagaimana hasil penindakan yang dilakukan KPPU," jelasnya saat mengunjungi salah satu distributor migor curah di Sleman, Jumat (25/3/2022).

Budhi mengakui jika pihak swasta bukan menjadi kewenangannya. Namun ORI bisa mengawasi agar praktik tying yang memberatkan masyarakat dapat dihentikan. "Sesuai komitmen KPPU kemarin, supaya praktik tying ini disetop. KPPU akan mengambil tindakan tegas," ujarnya. (maw)

Baca Tribun Jogja edisi Sabtu 26 Maret 2022 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved