Berita DIY
Berita DIY : Minyak Goreng Kemasan di DIY Tembus Rp 27 Ribu per Liter, Stok di Pasar Masih Langka
Harga jual minyak goreng kemasan di pasar tradisional Rp 14-20 ribu per liter. Sedangkan di toko moderen harganya bisa Rp 27 ribu per liter.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Gaya Lufityanti
Sementara seorang konsumen, bernama Mulyono mengatakan, fenomena kelangkaan minyak goreng di pasaran membuat konsumen mengubah strategi saat membeli komoditas itu kepada pedagang.
Mereka rela memesan minyak goreng jauh hari sebelumnya ke pedagang langganan untuk memastikan komoditas tersedia saat dibutuhkan.
"Karena kan kondisinya sudah beda dengan waktu dulu sebelum langka. Jadi mau tidak mau harus pesan dulu, dihubungi penjualnya supaya tidak terlanjur habis," katanya.
Warga Gunungketur, Pakualaman ini mengaku sudah punya pedagang langganan di pasar itu.
Ia sewaktu-waktu menghubungi pedagang langganan dan memesan minyak goreng sesuai kebutuhan.
Menurutnya, persoalan minyak goreng yang berlarut-larut tak kunjung selesai ini membuat warga kelimpungan.
"Bukan hanya masalah ketersediaan, tapi harga juga naik tidak karuan. Sekarang saya beli minyak goreng curah Rp18.000 satu liter, kalau mau beli yang kemasan ya jujur belum sanggup karena harganya yang mahal," jelas Mulyono.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di DI Yogyakarta Tembus Rp 27 Ribu Per Liter Pasca Pencabutan HET Rp 14 Ribu
Stok Minyak Goreng Curah di Gudang Distributor di Sleman Sudah 3 Hari Kosong
Stok minyak goreng curah di gudang distributor di Kabupaten Sleman sudah tiga hari mengalami kekosongan.
Padahal, gudang distributor di Banyuraden, Gamping ini menjadi pemasok penting kebutuhan minyak goreng curah ke Sleman, Bantul dan kota Yogyakarta.
"Kosong sejak Rabu (16/3) siang sampai sekarang kosong," kata Suwandi, pemilik CV Yunda Utama, distributor khusus minyak curah di Kabupaten Sleman, Jumat (18/3/2022).
Suwandi mengungkapkan, gudang distributor miliknya sudah beroperasi sejak tahun 2000-an.
Selama 23 tahun menjalankan usaha, baru kali ini mengalami "gonjang-ganjing" minyak goreng curah yang paling parah. Bahkan, dirinya kesulitan mencari barang dari supplier.
Biasanya, kata dia, gudang miliknya mendapat kiriman minyak goreng curah dari supplier di Semarang.
Namun, stoknya habis. Akhirnya pada Selasa (15/3) lalu, sempat mendapat kiriman barang dari Surabaya sebanyak 20.7 ton.
Jumlah sebanyak itu langsung habis dalam waktu satu setengah hari.
Pelanggannya 80 persen adalah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Seperti pedagang gorengan, keripik hingga pecel lele.
Menurutnya, kiriman pada hari Selasa kemarin dijual dengan harga Rp 11.500 per liter.
Namun, harga langsung berubah drastis pada Rabu (16/3) malam setelah Pemerintah pusat mengumumkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah di angka Rp 14.000/ liter.
Suwandi yang saat itu masih ada stok 7 ton, kemudian menjualnya dengan harga Rp 14.000. Hingga saat ini belum menerima kiriman lagi.
"Rabu siang sudah kosong. Hari Kamis - Jumat kami tutup. Besok Sabtu - Minggu juga tutup, karena kami belum dapat kiriman. Kemungkinan, ada lagi hari Senin (21/3). Infonya, sejak kemarin masih rapat untuk membahas perubahan harga itu," kata dia.
Lebih lanjut Suwandi mengungkapkan, kiriman minyak goreng curah di Sleman ini mulai seret sejak awal Februari lalu.
Biasanya, dalam seminggu dirinya bisa mendapat kiriman minyak goreng curah dari supplier hingga 6 tangki.
Satu tangki berisi 20.700 kg.
Dari jumlah kiriman tersebut, dalam sehari mampu mendistribusikan 10 -15 ton.
Tetapi sejak awal Februari itu kiriman dari supplier mulai berkurang hingga 60 persen.
"Biasanya seminggu dapat 6 tangki. Ini cuman dapat 2 maskimal 3. Kadang kadang malah 1 tangki," kata dia.
Sementara itu, Kapolres Sleman AKBP Achmad Imam Rifa'i yang langsung melakukan pemeriksaan di gudang distributor minyak goreng curah bersama Satgas Pangan Polres Sleman dan Disperindag Kabupaten Sleman menyampaikan, pihaknya akan mencoba melakukan evaluasi terkait berkurangnya jumlah pasokan kiriman minyak goreng curah dari tingkat supplier ke distributor.
"Kita akan coba pilah di mana letak sumbatan itu, sehingga dapat mengupayakan untuk memperlancar alur distribusi minyak goreng," kata Imam. Ia juga berpesan kepada distributor apabila mendapat kiriman barang segera langsung distribusikan agar ketersediaan di masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Stok Minyak Goreng Curah di Gudang Distributor Sleman Sudah 3 Hari Kosong
Harga Minyak Goreng Melejit, Pedagang Angkringan di Yogyakarta Menjerit
Banderol minyak goreng kemasan di Kota Yogyakarta mulai melejit, pasca pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu oleh pemerintah pusat.
Fenomena tersebut, jelas membuat para pedagang angkringan yang marak di kota pelajar, mengeluh keberatan.
Seorang pedagang angkringan yang sehari-harinya berjualan di sekitar Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Desi Melisawati mengatakan, minyak goreng menjadi kebutuhan pokok baginya.
Sebab, aneka ragam gorengan merupakan menu wajib yang harus tersedia di angkringan.
"Harapannya harga bisa segera turun lah. Kita pedagang angkringan kan bingung kalau seperti ini, mau menaikkan harga, ngga enak sama pelanggan," katanya, Jumat (18/3/2022).
Karena itu, Desi pun memilih mengambil risiko keuntungan dari sektor gorengan turun, dibanding harus menaikkan harga jualnya pada konsumen.
Menurutnya, langkah seperti itu sudah paling tepat di tengah kondisi saat ini, sembari menanti kebijakan lanjutan dari pemerintah pusat.
"Kalau harga minyak goreng tinggi terus ya kita jelas sangat keberatan, karena yang pokok dari gorengan itu minyaknya. Sekarang saya masih jual Rp2 ribu untuk tiga gorengan, jadi keuntungannya jelas menurun," keluhnya.
Dijelaskannya, untuk mendapat minyak goreng di pasaran pun saat ini cenderung masih sulit.
Padahal, harganya sudah melambung jauh dibanding beberapa hari lalu, sebalum HET Rp14 ribu dicabut.
Bahkan, untuk memperoleh minyak goreng, ia sampai harus mendatangi rumah pedagang.
"Terakhir saya beli kemarin malam sampai harus ke rumah pedagangnya, dapat harga Rp17.500 per liter. Sudah cek ke minimarket juga, tapi harganya sampai Rp20 ribu lebih. Mahal, tapi tetap harus beli kan," terangnya.
Sementara itu, pedagang angkringan lainnya, Radhipta, memiliki strategi beda untuk mengantisipasi lonjakan harga minyak goreng.
Ia memutuskan untuk menaikkan banderol berbagai jenis gorengan yang dijualnya, supaya keuntungan dan pemasukannya bisa tetap terjaga.
"Kemarin waktu harga minyak goreng masih normal, itu jualannya di Rp500, atau Rp2.000 tiga. Tapi, sekarang, kita jualnya minimal Rp1.000, karena kenaikan harga minyak goreng jelas berpengaruh banget," katanya.
"Tapi, kita jualannya tetap ajeg (stabil), sehari sekitar 50 gorengan, dan alhamdulillah masih laris meski harganya sedikit naik. Hanya saja, kita berharap harganya bisa segera turun, jangan terlalu tinggi," imbuh Radhipta. ( Tribunjogja.com )