ISAIs UIN Sunan Kalijaga Imbau Masyarakat Selektif Salurkan Donasi

Pada Juli 2021 lalu  kurang lebih 1.550 kotak amal terkait dengan pendanaan terorisme ditemukan oleh Densus 88 Anti teror Polri.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Pelatihan filantropi Islam yang diintegrasikan dengan gerakan Islam Washatiyah bagi kalangan lembaga amal, takmir masjid dan ormas Islam ISAIs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Minggu (13/3/2022). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Direktur Institute of South East Asean Islam (ISAIs) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Anfasul Marom mengungkapkan bahwa pengumpulan dana untuk kegiatan terorisme melalui kotak amal merupakan tren yang berpola, sebab terjadi di sejumlah tempat.

Diungkapkannya, pada Juli 2021 lalu  kurang lebih 1.550 kotak amal terkait dengan pendanaan terorisme ditemukan oleh Densus 88 Anti teror Polri.

"Pada tahun sebelumnya Polri juga mengungkap sebanyak 20.068 kotak amal diduga digunakan pendanaan jaringan JI di 12 daerah," ujar Ahmad Anfasul di sela kegiatan Pelatihan Islam Washatiyah Bagi Lembaga Amal, Merespon Terorisme di Balik Filantropi Islam, Minggu (13/3/2022).

Ditambahkannya, baru-baru ini publik dikejutkan adanya seorang dokter, Sunardi, terduga anggota jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang ditembak mati oleh Densus 88 di Sukoharjo, Jawa Tengah.

"Yang bersangkutan pernah menjabat sebagai penasehat amir JI dan juga penanggung jawab Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI)," lanjutnya.

Kegiatan HASI, kata Ahmad, menunjukkan adanya sinyal penyalahgunaan pemberian amal yang digunakan untuk mendukung tindakan kekerasan dan menyediakan kebutuhan logistik bagi kelompok teroris.

"Apalagi, Indonesia kembali dikukuhkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index 2021. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki antusiasme yang sangat tinggi dalam beramal," terang Ahmad Anfasul Marom.

"Sama seperti halnya HASI,modus pendanaannya dilakukan dengan mendirikan lembaga amal, seperti IDC (Infaq Dakwah Center), BMU (Baitul Mal Ummah), ADC (Azzam Dakwah Center), Anfiqu Center, Gerakan Seribu Sehari (Gashibu), Asser Cruee Center (ACC), Gubuk Sedekah Amal Ummah (GSAU), RIS Al Amin dan Baitul Al-Muunqin," tambahnya.

Baca juga: Menteri Agama RI Sebut Radikalisme dan Terorisme Seperti Covid-19

Diakuinya, tak mudah membongkar kedok-kedok filantropi semacam ini, apalagi anjuran berdonasi di kalangan umat Islam telah melekat kuat dalam praktik ibadah bahkan tertanam dalam struktur lapisan agama dan budaya.

Menurutnya, butuh pendekatan yang lebih strategis dan mendalam untuk membangun kesadaran beramal di kalangan masyarakat muslim.

Mereka perlu diajak bersama untuk membangun sensitivitas terhadap aktivitas filantropi yang potensial untuk membangun masyarakat, namun di sisi lain juga berpotensi untuk disalahgunakan.

"Oleh karena itu, Pusat Studi Islam Asia Tenggara (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga dan Bersama Bina Damai (Bernada) tergerak untuk membuat pelatihan filantropi Islam yang diintegrasikan dengan gerakan Islam Washatiyah bagi kalangan lembaga amal, takmir masjid dan ormas Islam," ujar dia.

Pelatihan ini juga akan menghadirkan mantan Napiter, Jack Harun, untuk berbagi pengalamannya bagaimana ia terlibat dan sistem penggalangan dana selama menjadi anggota JI.

"Kami berharap dengan materi-materi kunci seperti udar asumsi, iceberg analisis, sketsa keberislaman di Indonesia, menyelami filantropi dan sharing langsung dengan Ex Jihadis akan membangun awareness peserta dalam mempelopori gerakan Islam washatiyah dan mengawal praktik kotak amal dan infaq di lingkungan sekitarnya," ujarnya.

Mantan Napiter, Jack Harun mengungkapkan, modus penyalahgunaan kotak amal ini awalnya hanya di lingkup internal saja.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved