Berita Sleman Hari Ini
Desa Wisata Pentingsari di Sleman Tetap Jadi Inspirasi
Sepasang tenda duka masih berdiri di halaman depan sebuah rumah sederhana, di Padukuhan Pentingsari, Sleman, DI Yogyakarta.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Bu Ning, panggilan Ciptaningtyas, mengungkapkan, semasa hidup suaminya memang totalitas dalam menampung semua ide dari masyarakat.
Kemudian mengatur, mendukung, mengelola sekaligus mempromosikan desa wisata. Doto sering diminta menjadi pembicara dimana mana. Bahkan, bersama teman-temannya pada tahun 2019 mendirikan Desa Wisata Institut, sebuah lembaga pendampingan dan pelatihan SDM desa wisata. Tetapi sejak enam bulan terakhir, -sebelum meninggal--, sudah mulai intens regenerasi kepemimpinan kepada generasi penerus terutama anak-anak muda di Pentingsari.
"Kalau dulu kan Bapak tidak bisa lepas. Dia sudah intens enam bulan ini, Ayo regenerasi, agar Pentingsari tetap jadi inspirasi, tetap berjalan walau tanpa ada Pak Doto," ujar dia.
Pentingsari seperti desa pada umumnya di Indonesia. Bahkan, tidak memiliki objek wisata. Namun, yang membuat Pentingsari terasa begitu istimewa untuk dikunjungi adalah kehidupan masyarakat desa-nya. Masyarakat desa yang hidup begitu jujur dan sederhana.
Tidak membuat ataupun merekayasa apapun. Pentingsari dikenal luas dengan konsep "Live-in". Wisatawan yang berkunjung diajak menikmati kehangatan suasana desa dan membersamai tinggal dengan warga setempat sebagai induk semang.
"Bagaimana cara makan sederhana, cara membajak sawah, menanam padi. Jadi kita mulai membuat paket wisata yang memang menjual potensi yang ada. Tidak membuat ataupun merekayasa apa-apa. Kita live-in. Itu yang kami tawarkan ke wisatawan. Kehidupan ala desa," kata dia.
Berkeliling di Pentingsari begitu sejuk dan menenangkan. Pohon-pohon berdiri rindang. Ada sejumlah spot untuk bersantai, seperti "omahe simbhok".
Kemudian tempat duduk di pinggiran kolam ikan. Terdapat pula aula untuk berkesenian dan pendopo. Di sisi selatan ada camping ground yang biasa dimanfaatkan untuk kegiatan wisatawan.
Tidak perlu takut kemalaman. Rumah - rumah warga bisa menjadi homestay. Masyarakat di sana sangat ramah. Sugeng,--satu di antara warga Pentingsari,-- langsung tersenyum dan menyapa hangat ketika saya memasuki halaman rumahnya. Ia langsung mempersilakan saya duduk di teras.
"Monggo, ada yang bisa saya bantu. Mau tanya apapun, boleh," kata dia, mengawali percakapan.
Sugeng bercerita, masyarakat Pentingsari umumnya adalah orang-orang desa yang hidup sederhana dan apa adanya. Meskipun, ada beberapa orang yang menjadi Pegawai namun mayoritas adalah bertani.
Awalnya, kata dia, sejak didirikan tahun 2008, pengelolaan Desa Wisata hanya sambilan, artinya bukan mata pencaharian utama penduduk. Saat masih menjadi embrio itu, akhir tahun 2009 ada tamu datang untuk berkegiatan alam dan menginap di rumah penduduk.
"Setelah itu, warga mulai berjuang dengan segala lini. Mulai dari pemerintah, swasta, perguruan tinggi. Semula promosi pakai brosur. Tapi ternyata tidak efisien. Karena brosur seperti bungkus kacang. Setelah dibaca dibuang," kenang dia.
Berjalan waktu, masyarakat Pentingsari mulai menyadari bahwa daya tarik sebuah desa wisata bukan karena masifnya promosi.
Tapi kuncinya, ada pada bagaimana cara melayani tamu. Prinsip yang dipegang adalah tidak boleh membedakan asal daerah dan agama.