Kedelai Impor Mahal, Disdag Gunungkidul Sarankan Pengusaha Tahu dan Tempe Beli Secara Kolektif
Jika dengan sistem kolektif maka harga kedelai akan jadi lebih murah di kisaran Rp 10.900,00 per kg.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dinas Perdagangan (Disdag) Gunungkidul kini hanya bisa menunggu kebijakan dari pusat untuk solusi dari tingginya harga kedelai impor.
Komunikasi dengan pengusaha tahu-tempe saat ini terus dilakukan agar tetap berproduksi.
Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Disdag Gunungkidul, Sigit Haryanto menyarankan agar pengusaha tahu-tempe melakukan pembelian kedelai impor secara kolektif.
"Sebab akan lebih murah dengan skema kolektif ketimbang beli sendiri," jelas Sigit.
Saat ini, harga kedelai impor berada di kisaran harga Rp 11 ribu lebih per kilogram (kg).
Menurutnya, jika dengan sistem kolektif maka harga kedelai akan jadi lebih murah di kisaran Rp 10.900,00 per kg.
Awalnya, pembelian disarankan lewat koperasi. Namun karena distribusinya terkendala, maka Sigit mengatakan pasokan diambil langsung dari importir yang ada di Semarang, Jawa Tengah.
"Selain harga belinya jadi lebih murah, ongkos kirim bisa ditekan karena dibeli secara bersama," katanya.
Baca juga: Harga Kedelai Impor Melambung, Produsen Tempe Gunungkidul Sebut Hanya Mampu Bertahan 2 Bulan
Baca juga: Soal Kenaikan Harga Kedelai Impor, Disperindag DIY : Harga Sewa Lahan di Amerika Naik
Menurut Sigit, pengusaha saat ini terpaksa harus mengurangi ukuran tahu-tempe yang diproduksi.
Hal itu dilakukan agar mereka tetap bisa mendapat keuntungan, meski tipis karena harga kedelai impor yang mahal.
Kondisi ini menurutnya sudah berdampak pada penjualan tahu-tempe di pasaran. Menurutnya, ada pengurangan persediaan hingga ukuran yang jadi lebih kecil.
"Kalau info yang didapat, ada yang menaikkan harga serta mengurangi ukuran tahu-tempenya," ungkap Sigit.
Produsen tempe asal Gedangsari, Agung Kristianto mengatakan saat ini usahanya masih terus berjalan.
Tidak ada kenaikan harga tempe, namun ukurannya jadi diperkecil.
Meski demikian, ia menyebut usahanya kemungkinan hanya mampu bertahan setidaknya 2 bulan ke depan.
Sebab untuk saat ini, saja keuntungannya terbilang minim lantaran harga kedelai impor mahal.
"Kami sejauh ini bertahan demi pelanggan, 2 bulan lagi tidak tahu nanti seperti apa," kata Agung. (Tribunjogja)