Tol Yogyakarta Bawen
Target Pembebasan Lahan Tol Yogyakarta-Bawen Wilayah Tempel Sleman
roses pembayaran ganti lahan terdampakTol Yogyakarta-Bawenterakhir di Desa Banyurejo, Tempel, Kabupaten Sleman.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com Yogyakarta -- Proses pembayaran ganti lahan terdampak Tol Yogyakarta-Bawen terakhir di Desa Banyurejo, Tempel, Kabupaten Sleman.

Satker Pelaksana Jalur Bebas Hambatan (PJBH) Kemen PUPR kini terus mengebut upaya pembebasan lahan proyek strategis itu.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PJBH Kemen PUPR Wijayanto mengatakan, pada 2022 mereka memiliki target menyelesaikan sisa lahan yang belum menerima ganti untung sebelum Juli.
"Target 2022 menyelesaikan sisanya. Progres semuanya sudah 91 persen," katanya, Rabu (9/2/2022).
Dia menambahkan, 9 persen sisa lahan yang belum terselesaikan adalah tanah kas desa, tanah wakaf dan tanah milik instansi.
"Itu memang tanah karakter khusus, artinya butuh proses panjang karena ada perizinan khusus," ujarnya.
Dia menjelaskan, total lahan di Banyurejo yang telah dibayarkan ada 224 objek pengadaan tanah dengan luasan 72.058 meter persegi.
"Total uang ganti keuntungan sebesar Rp126 miliar," terang Wijayanto.
Sedangkan untuk tanah kas desa yang harus dibebaskan dijelaskan oleh Wijayanto kurang lebih 37 bidang.
"Nilanya kurang lebih Rp95 miliar dengan luasan 5,7 hektar," ungkap dia.
Wijayanto menambahkan, seharusnya targat penyelesaian pengadaan lahan itu diawal tahun ini.
Hanya saja terdapat rencana penambahan lahan, sehingga proses pengadaan lahan pun harus diperpanjang.
Dengan adanya rencana penambahan lahan itu, proses pembangunan fisik pun belum akan dimulai.
"Kami perkirakan Juli 2022 pengadaan lahan dan pembayaran ganti untung selesai 100 persen," pungkasnya.
Beli Tanah Lagi
Tak ingin gegabah dalam memanfaatkan uang ganti rugi proyek tol, warga Kalurahan Banyurejo, Kapanewon Tempel, Sleman memilih belanjakan uang untuk beli tanah.
Satu warga terdampak tol Yogyakarta-Bawen, Bukhori (62) menceritakan ada tiga sertifikat tanah yang terkena proyek tol dengan total luas lahan mencapai 1.600 meter persegi. Dari tiga sertifikat tanah itu juga diberikan harga yang berbeda antar satu dengan yang lain.
"Saya kena 1.600 meter persegi. Itu ada tiga sertifikat, dihargai beda-beda, dapat Rp2 miliar. Tapi dibagi keluarga. Tiga sertifikat itu," kata Bukhori, Senin (31/1/2022).
Warga Dusun Barongan itu mengaku akan terlebih dulu membagi uang ganti rugi tersebut kepada keluarganya yang lain.
Baru setelah itu uang yang ia miliki direncanakan untuk kembali dibelikan tanah.
Mengingat lahan yang terdampak proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen itu adalah area persawahan.
Sehingga membuat dirinya ingin mencari tanah pengganti.
Kendati begitu, diakui Bukhori, mencari tanah saat ini sudah sangat sudah.
Terlebih semenjak proyek jalan tol dimulai harga tanah di daerahnya melonjak signifikan.
"Nah itu (dibelikan tanah lagi) tapi sekarang masih mahal-mahal," ucapnya.
Ia sendiri sudah mencari ke sejumlah lokasi namun belum menemukan yang sesuai.
Khususnya dari segi harga tanah itu sendiri.
"Ya (sudah cari) tapi belum ada yang cocok. Belum ada yang cocok harganya juga. Nyari masih di sekitaran sini aja," ungkapnya.
Bukhori mengungkapkan bahwa kenaikan harga tanah di sekitar daerah tergolong sangat tinggi.
Bahkan bisa mencapai tiga kali lipat dari sebelum adanya proyek jalan tol.
"Kalau dihitung dari harga biasa itu bisa sudah tiga kali lipat.. Sekarang sudah berlomba-lomba, dari Rp500 ribu (per meter) menjadi Rp1,5 juta, yang dulu Rp1,5 juta menjadi Rp3 juta. Sudah repot (setelah ada proyek tol)," tuturnya.
Warga lain yang terdampak proyek tol Yogyakarta-Bawen bernama Yono (50) mengaku masih akan menyimpan terlebih dulu uang ganti rugi tersebut.
Ia tidak ingin terburu-buru membelanjakan uang tersebut hanya demi keinginan sesaat.
"Saya sementara menunggu ide yang bagus, nanti ora sembrono, nunggu ide yang bagus nek entuk (kalau dapat) momentum ya baru dibelikan ganti atau untuk usaha tapi ya nunggu saat yang pas ora kesusu (tidak terburu-buru)," kata Yono yang merupakan warga Pokoh, Banyurejo itu. ( Tribunjogja.com | Hda )