Feature
Cerita Musimin Menyelamatkan Mahkota Hutan Lereng Merapi
Enam tahun setelah pertama kali tim Tribun Jogja menyambangi rumah Musimin, ternyata ada banyak kemajuan yang tercatat di tempat budi daya anggreknya.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM - Enam tahun setelah pertama kali tim Tribun Jogja menyambangi rumah Musimin, ternyata ada banyak kemajuan yang tercatat di tempat budi daya anggrek miliknya.
Musimin adalah seorang laki-laki yang dalam dua dekade belakangan bergelut membudidayakan anggrek, termasuk spesies anggrek langka dan hampir punah yang pernah tumbuh di lereng Gunung Merapi.
Hingga kini, ia sudah membudidayakan sekitar 170 jenis anggrek. Jumlah ini bertambah dari tahun 2015 yang hanya 80 jenis anggrek saja.
Rumah Musimin berada di satu tempat di mana dia membangun dua rumah hijau untuk budi daya anggreknya.
Terletak 6 km dari Gunung Merapi, dari jalan utama, rumah laki-laki paruh baya itu berada di dataran yang lebih tinggi dengan jalan setapak berbatu yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua, termasuk sepeda.
Sehingga, siapa pun yang berkunjung, harus sabar memacu kendaraannya sampai ke atas demi mencapai tempat budidaya anggrek milik Musimin.
Satu rumah hijau di depan diberi poster ‘Budi Daya Anggrek Merapi Bp Musimin’ untuk memudahkan pengunjung memastikan bahwa mereka mengunjungi tempat yang tepat.
“Ya, kalau akhir pekan begini kadang ramai. Ini katanya ada mahasiswa yang mau ke sini, tapi belum dipastikan lagi. Hujan terus tidak menentu, kasihan kalau mereka harus ke atas,” paparnya sembari tersenyum, di satu hari akhir tahun lalu.
Tanpa basa-basi lebih panjang, Musimin memperkenalkan rumah hijau berukurang 6x15 meter, tempatnya membudidayakan anggrek-anggrek itu yang terletak di belakang rumah.
Satu per satu, Musimin memperkenalkan anggrek yang berhasil ia budi daya, termasuk Vanda tricolor yang begitu terkenal di kalangan pecinta anggrek.
Dengan teliti, Musimin menunjuk beberapa tanaman anggrek, seperti Galeola javanica, Luisia javanica, dan sederet Dendrobium yang ia gantung satu per satu dengan rapi di sebilah kayu.
Kecintaan Musimin terhadap anggrek memang sudah lama. Apalagi ketika letusan Gunung Merapi meluluhlantakkan kawasan Turgo di tahun 1994.
Sejak itu, ia berusaha untuk mengumpulkan anggrek-anggrek yang mati terkena sapuan awan panas. Di tahun 2001 ketika kebakaran melanda Hutan Turgo, membuatnya semakin gigih berburu anggrek endemik Gunung Merapi.
“Anggrek itu mahkota hutan. Makanya sejak 1996, saya cari-cari semampu saya anggrek-anggrek yang dulu hilang tersapu awan panas. Perlahan-lahan, sambil saya tanyakan ke ahlinya apa nama latin dari anggrek yang saya temukan,” ungkap Musimin.
Kerja kerasnya itu pun membuahkan hasil.