Rencana Modifikasi Pembelajaran Tatap Muka di Yogyakarta
Pemkab Sleman bergerak cepat merespons kasus penularan Covid-19 yang mulai bergerak naik.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Pembelajaran tatap muka 100 persen di Kota Yogyakarta sudah dilaksanakan sejak, Senin (24/1). Namun tidak semua sekolah bisa melaksanakan PTM 100 persen, salah satunya SMP Joannes Bosco.
Kepala SMP Joannes Bosco, Asterina Saptiyani mengatakan, ada beberapa siswa yang memang tidak mengikuti PTM.
Selain karena siswa berada di luar DIY, orang tua juga tidak memberikan izin untuk mengikuti PTM. Alhasil siswa tersebut mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Sekitar 10-an siswa saja yang tidak bisa ikut PTM. Ya, kami memaklumi itu, karena kondisi masih pandemi COVID-19," jelasnya.
Ia menyebut, siswa yang bersekolah di SMP Joannes Bosco memang tidak seluruhnya warga DIY. Ada beberapa siswa yang berasal dari Surabaya, Bandung, dan lainnya. "Ada yang saat ini ada di Qatar, kemudian ada yang dari Papua, tetapi akhirnya mengundurkan diri karena kerepotan,"terangnya.
Selama pandemi ini kegiatan belajar mengajar di SMP Joannes Bosco berjalan lancar, termasuk saat diterapkan PTM 100 persen. Protokol kesehatan pun diterapkan secara ketat, termasuk dengan menerapkan aplikasi PeduliLindungi.
Sampel
Jumlah sampel probable Omicron di DIY bertambah sebanyak 12. Sehingga total kasus probable di wilayah ini menjadi 16.
Kasus probable ini dipastikan melalui tes Polymerase Chain Reaction (PCR) S Gene Target Failure (SGTF) Covid-19 yang digelar beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Pemda DIY telah menemukan 4 sampel probable Omicron.
Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta, Irene menjelaskan, sampel pasien Covid-19 yang diperiksa berasal dari sejumlah kabupaten/kota di DIY. Termasuk pula sampel dari wilayah di luar DIY.
Untuk menegakkan diagnosis, BBTKLPP akan melakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap belasan sampel probable Omciron yang terkumpul.
Irene menjelaskan, pemeriksaan WGS idealnya dilakukan terhadap 96 sampel sekaligus, mengingat ongkos pemeriksaan yang mahal. Kendati demikian, BBTKLPP akan melakukan pemeriksaan jika sudah terkumpul minimal sebanyak 48 sampel probable.
“Kita masih ngumpulin sampelnya dulu, kalau sampel sudah terkumpul baru kita lakukan (WGS) segera. Karena kan mubazir kalau running dua kali. Sekali running (biayanya) ratusan juta (rupiah)," terangnya.
Pemeriksaan WGS membutuhkan waktu lebih dari sepekan. "Karena preparation butuh tiga hari, lalu pembacaan sekitar 30 jam-an jadi sekitar seminggulah," terangnya. (rif/maw/tro)
Baca Tribun Jogja edisi Jumat 28 Januari 2022 halaman 01