Harga Telur, Cabai, dan Minyak Goreng di Sleman Masih Tinggi Jelang Nataru

Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa bersama jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman, melakukan pantauan ketersediaan dan perkembangan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Dok Bagian Protokol dan komunikasi pimpinan Setda Sleman
Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa bersama jajaran, saat melakukan pantauan ketersediaan dan perkembangan harga kebutuhan pokok (Bapok) di pasar tradisional, Rabu (22/12/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa bersama jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman, melakukan pantauan ketersediaan dan perkembangan harga kebutuhan pokok (Bapok) di Bumi Sembada.

Pantauan menjelang Natal dan tahun baru ini, menyasar tiga lokasi yaitu pasar Prambanan, Agen Gas Elpiji di Kalasan dan Gudang sembako di Berbah. 

"Hasilnya, ketersediaan terpantau cukup. Dinamika belanja masyarakat terkendali. Artinya, tidak ada panic buying menjelang Natal dan tahun baru ini," kata Kepala Bidang Perdagangan, Disperindag Sleman, Nia Astuti, Rabu (22/12/2021). 

Baca juga: Rampung Minggu Depan, Balai Kota Yogyakarta Segera Punya Tempat Parkir Vertikal 

Kendati stok ketersediaan cukup, Nia mengatakan, ada tiga komoditas yang harganya masih tinggi di atas harga eceran di Kabupaten Sleman yaitu telur ayam yang saat ini diharga Rp 27 ribu per kilogram.

Harga ini lebih tinggi dibanding harga normal Rp 21 - 22 ribu per kilogram.

Kemudian cabai rawit merah. Komoditas cita rasa pedas itu kini sudah menyentuh Rp 82 ribu per kilogram, padahal harga normalnya Rp 30 ribu per kilogram.

Selanjutnya, minyak goreng yang harga eceran tertinggi Rp 13.000 per liter saat ini bertengger cukup lama diharga Rp 19.800 per liter. 

Menurutnya, kenaikan harga telur ayam dan cabai rawit merah cenderung dipengaruhi karena faktor ketersediaan, musim dan cuaca.

Sementara harga minyak goreng dipicu oleh kenaikan crude palm oil (CPO).

Selain itu, banyak produk sawit yang dialihkan untuk biodesel sehingga ketersediaan minyak goreng di pasaran berkurang.

"Hasil pantauan, memang ada penurunan suplai minyak goreng dari produsen sebesar 40 persen. Hal itu mempengaruhi harganya naik," kata dia. 

Tingginya harga minyak goreng ini, bertahan cukup lama. Hampir sekitar dua bulan. Pihaknya mengaku cukup khawatir dengan harga minyak goreng yang tak kunjung turun.

Namun, harga komoditas untuk menggoreng ini tidak bisa dikendalikan oleh level daerah.

Baca juga: Terpeleset Saat Berkendara Lalu Tertabrak Mobil, Seorang Pemotor Meninggal di Patuk Gunungkidul

Karenanya, Ia berharap, segera ada intervensi dari Pemerintah Pusat maupun Pemda DIY agar dapat mengendalikan harga minyak goreng di pasaran.  

"Soal harga minyak ini, kami sudah kirim surat ke Disperindag DIY," ujar Nia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved