Peran Kehumasan dalam Memperkuat Branding dan Profiling Kampus
perguruan tinggi juga harus memahami esensi fungsi Humas dalam mengelola komunikasi publik sehingga terjembatani secara optimal
Oleh: Ridayati, S.Si., M.Sc Dosen & Humas di Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY)
ERA disrupsi bagi perguruan tinggi seharusnya tidak lagi menjadi persoalan. Justru situasi sekarang menjadi hal yang patut dicermati. Apapun alasannya, perguruan tinggi bisa menjadi lokomotif perubahan itu sendiri. Meskipun Indonesia dikategorikan sebagai negara berkembang, setidaknya hal itu tidak membuat ciut nyali untuk tetap bersaing di tingkat global. Tampaknya kita harus mengingat betul goresan inspirasi yang pernah dilontarkan Presiden Soekarno di tahun 1950-an.
Bung Karno, demikian panggilan kebangsaan yang kita kenal selama ini pernah menggulirkan istilah center of excellency (pusat keunggulan) pada sejumlah kampus di Indonesia. Ia menekankan, perguruan tinggi selain bisa memfokuskan pada pengembangan ilmu pengetahuan berbasiskan riset, di sisi lain, perguruan tinggi juga harus membagun sistem pendidikan yang mengarah kepada nation and character building.
Apalah artinya jika pendidikan yang dikembangkan tidak lagi memiliki tujuan yang jelas selain pemenuhan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Gagasan presiden pertama tersebut secara tegas mencerminkan perhatian beliau terhadap nasib pendidikan tinggi di masa depan. Narasi dan jargon bombastis yang acapkali memenuhi ruang publik seyogyanya bisa diubah dengan aksi nyata memposisikan perguruan tinggi di Indonesia sebagai mercusuar peradaban, yang mengangkat kehormatan sebuah bangsa.
Sebagian masyarakat hingga detik ini melihat suatu kondisi dan situasi hanya pada satu sisi saja. Berbagai media, baik cetak maupun elektronik kerap ditampilkan ranking universitas baik negeri maupun swasta. Biasanya perankingan tersebut dilakukan oleh lembaga luar negeri sebagaimana yang dilihat selama ini.
Tentunya hal itu sah-sah saja dilakukan, mengingat sebagian masyarakat kita mempersepsikan 'kualitas' perguruan tinggi dari perankingan. Lantas, apakah cukup dengan perankingan saja? Barangkali, ada aspek-aspek lain yang dibutuhkan untuk mendukung bangunan kualitas pendidikan tinggi kita semakin baik.
Di era sekarang, sebenarnya masyarakat cukup cerdas dan mereka bisa melihat peluang untuk memilih perguruan tinggi yang sesuai dengan keinginan. Lajur lain, perguruan tinggi dengan segenap kemampuan yang ada telah mempersiapkan diri dalam menyambut tatanan baru kebutuhan pendidikan yang semakin kompleks.
Perguruan tinggi membawa karakteristik masing-masing dan berkelindan dengan beragamnya aspirasi masyarakat. Hal terpenting lain, jangan sampai perguruan tinggi menghasilkan useless generation, yaitu generasi terdidik yang tidak siap bekerja karena kualifikasi dan kompetensi di bawah standar.
Kurun waktu lima bahkan sepuluh tahun belakangan, berbagai universitas menyadari di tengah gempuran teknologi informasi dan era disrupsi yang tak terhindarkan, semakin menginteksifkan dan memaksimalkan salah satu aspek yang mendukung keberlangsungan kehidupan perguruan tinggi. Keinginan masyarakat memasukkan anak-anak mereka ke berbagai perguruan tinggi harus dilihat cermat sebagai peluang yang tidak bisa dinafikan.
Jutaan orangtua dengan berbagai pertimbangan dan preferensi akan mencoba melihat keunggulan dari masing-masing kampus yang ada. Dalam konteks tersebut, perguruan tinggi swasta menempati ruang berbeda dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri yang sudah jelas dinaungi negara. Universitas dan kampus swasta diyakini memiliki survival rate yang tinggi, karena 'kebertahanan hidup' mereka dari masyarakat.
Oleh karena itu penting melihat aktivitas kehumasan atau public relation sebagai aspek yang bisa dikelola secara baik sehingga memberikan efek positif yang jauh lebih meningkat demi kebaikan institusi. Fungsi kehumasan harus bisa menangkap kesempatan dari wind of change (gelombang perubahan) itu sendiri.
Dalam pendidikan ada kreativitas dan inovasi yang berkesinambungan, begitu juga peran Humas, pihak-pihak yang berada di posisi tersebut paling tidak bisa mengkomunikasikan potensi-potensi keunggulan yang memang sudah ada (embedded) dalam institusi untuk kemudian disampaikan ke publik.
Kesadaran masyarakat terhadap eksistensi perguruan tinggi senantiasa tetap digalakkan. Relasi keduanya memiliki pengaruh luar biasa dalam menciptakan ekosistem yang kokoh. Hal itu bertujuan memunculkan geliat ide dan inovasi dalam memajukan Indonesia.
Humas, untuk saat ini mungkin masih diletakkan dalam suatu struktur birokrasi. Kendati demikian, tidak salah juga Humas dalam posisi demikian. Hanya saja, perlu kolaborasi lebih lanjut dalam menyelaraskan fungsi kehumasan. Konstruksi yang komprehesif perlu dikedepankan demi terselenggaranya aktivitas kehumasan yang bersinergi dengan kebijakan domestik institusi, dan kebijakan pendidikan nasional yang digagas pemerintah pusat.
Redefinisi ulang mungkin perlu digulirkan agar peran Humas semakin baik, apalagi di era Merdeka Belajar saat ini. Pemerintah bisa jadi memiliki blueprint untuk semakin mempercepat generasi yang adaptif dengan inovasi teknologi dan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, Humas juga harus memahami market driven yang dibutuhkan industri terhadap apa yang dihasilkan lulusan perguruan tinggi.
Kampus didirikan sejatinya sebagai mercusuar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebaliknya, tidak menjadi menara gading yang senantiasa berjarak dengan fakta dan realita sosial. Kampus seyogyanya menjadi institusi publik yang mampu menjawab dinamika persoalan masyarakat.
Dalam bingkai yang lebih luas, Humas perguruan tinggi diharapkan bisa memainkan peran dalam relasinya dengan penyebaran informasi perguruan tinggi kepada masyarakat. Membangun sinergitas kepada seluruh stakeholder menjadi hal yang harus diselaraskan; komunikasi yang bagus dan kemampuan membangun citra positif institusi sebagai bagian image building sangat diharapkan.
Kontribusi nyata dan tantangan kehumasan di perguruan tinggi bagaikan dua sisi mata uang berbeda. Tidak sedikit kapasitas kehumasan hanya diletakkan pada kepentingan teknis semata. Seolah adanya Humas dibutuhkan pada acara-acara tertentu di kampus yang sebenarnya ruang lingkup Humas jauh di atas itu.
Seakan peran Humas didegradasi untuk mendokumentasikan acara yang bersifat seremonial belaka. Kontekstualisasi Humas harus dibawa ke arah yang memfokuskan kepada hal-hal substantif, di antaranya memainkan peran dalam diseminasi informasi perguruan tinggi kepada masyarakat.
Feedback dari masyarakat bisa menjadi hal yang patut dicermati juga dalam kerangka membangun relasi mutualisme sehingga terjadi sinergitas yang baik, bahwa antara perguruan tinggi dengan masyarakat saling membutuhkan. Sebaliknya masyarakat juga jangan sampai ewuh pakewuh menyampaikan gagasannya ke kampus. Gagasan yang brilian akan membangkitkan semangat mencerdaskan anak bangsa.
Menimbang pentingnya keberadaan Humas di perguruan tinggi, ada baiknya kita melihat ketetapan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bidang kehumasan tahun 2008. Di sana telah dijelaskan bahwa penguatan kehumasan harus dimulai dari ketersediaan sumberdaya manusia yang andal, paling tidak peletakkan sumberdaya manusia di sini adalah memiliki kecakapan dalam mengemban kehumasan itu sendiri, di antaranya berkualifikasi dalam mengelola isu-isu substantif dan sentral; mengkomunikasikan dengan perangkat stakeholder terkait. Interaksi tersebut selain secara verbal, juga dapat mengintensifkan penggunaan media strategis seperti media sosial dan sebagainya.
Dalam hal lain, Humas di perguruan tinggi juga bisa memperhatikan aspek keterbukaan informasi kepada masyarakat. Penting dipikirkan, di era global saat ini, akses informasi terhadap institusi pendidikan begitu dihargai.
Beragamnya karakteristik perguruan tinggi bisa menjadi aset berharga. Aset ini sebisa mungkin harus dikelola secara baik, salah satu caranya adalah dengan memberikan informasi yang komprehensif. Humas bisa menjadi badan publik yang keberadaanya senantiasa dibutuhkan masyarakat. Keingintahuan publik terhadap perguruan tinggi harus dapat dicermati dalam kaitannya memaksimalkan fungsi kehumasan itu sendiri.
Tidak kalah pentingnya, konsistensi penguatan kapasitas kelembagaan Humas di perguruan tinggi juga bisa menjadi hal yang patut diperhatikan. Dinamika kehumasa dari masa ke masa pasti mengalami perubahan, yang diharapkan pastinya perubahan positif, bergerak ke arah yang lebih baik.
Dalam konteks itu, menghendaki perlunya inventarisir dan monitoring, baik dari pihak internal maupun eksternal. Proses ini diselenggarakan tidak lain bertujuan memberikan garansi terhadap keberadaan Humas itu sendiri. Tentunya hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia menghendaki memiliki kualitas Humas terbaik. Masing-masing perguruan tinggi memiliki 'selera' dalam menempatkan Humas sebagai bagian dari organisasi struktural di kampus.
Apapun bentuk organisasi di sana, hal terpenting bagaimana mempersepsikan kehumasan sebagai bagian integral dari sebuah perguruan tinggi, dalam pada itu, perguruan tinggi juga harus memahami esensi fungsi Humas dalam mengelola komunikasi publik sehingga terjembatani secara optimal. (*)