Iran Lakukan Uji Coba Sistem Pertahanan Udara, Suara Ledakan Terdengar Sejauh 20 Kilometer

Iran melakukan uji coba sistem rudal pertahanan udara miliknya yang berada di dekat fasilitas pengayaan uranium di Natanz

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
AP Photo via Atomic Energy Organization of Iran
Foto ini dirilis Kamis, 2 Juli 2020, oleh Organisasi Energi Atom Iran, menunjukkan sebuah bangunan setelah dirusak oleh api, di fasilitas pengayaan uranium Natanz sekitar 200 mil (322 kilometer) selatan ibukota Teheran, Iran. Sebuah kebakaran membakar gedung di atas fasilitas pengayaan nuklir Natanz bawah tanah Iran, meskipun para pejabat mengatakan itu tidak mempengaruhi operasi centrifuge atau menyebabkan pelepasan radiasi 

TRIBUNJOGJA.COM, TEHERANIran melakukan uji coba sistem rudal pertahanan udara miliknya yang berada di dekat fasilitas pengayaan uranium di Natanz pada Sabtu (4/12/2021) kemarin. 

Uji coba tersebut menimbulkan suara ledakan yang sangat dasyat.

Bahkan suara ledakan terdengar sampai jarak 20 kilometer.

Pemerintah Iran pun meminta warganya tidak khawatir atas ledakan dasyat tersebut.

Juru Bicara Garda Revolusi Iran Jenderal Amir Tarikhani mengatakan kepada televisi pemerintah, penduduk tidak perlu khawatir.

 “Satu jam yang lalu, salah satu sistem rudal kami di wilayah itu diuji untuk menilai kesiapan di lapangan, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Tarikhani.

Tarikhani menambahkan, uji coba tersebut dilakukan untuk mengevaluasi sistem pertahanan yang berbasis di kawasan itu.

 “Latihan semacam itu dilakukan di lingkungan yang benar-benar aman dan dalam koordinasi penuh dengan jaringan pertahanan terpadu,” sambung Tarikhani.

Fasilitas nuklir Natanz Iran hampir seluruhnya berada di bawah tanah, dilindungi oleh beton bertulang, dan ditutupi dengan tanah.

Baca juga: Kronologi Bentrokan Taliban dengan Tentara Iran di Desa Shaghalak yang Dipicu Kesalahpahaman

Ledakan tersebut terjadi ketika Iran dan negara-negara dunia tengah melakukan pembicaraan ulang mengenai kesepakatan nuklir 2015.

Di bawah kesepakatan bernama Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) tersebut, Iran setuju membatasi program nuklirnya dan membatasi pengayaan uranium.

Namun, ketika Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS, dia secara sepihak menarik Washington dari kesepakatan tersebut.

Tak hanya itu, Trump juga kembali menjatuhkan sanksi besar-besaran kepada Iran.

Teheran tak terima hingga secara bertahap melanggar kesepakatan tersebut untuk meningkatkan aktivitas nuklirnya.

Hingga akhirnya, Joe Biden terpilih menjadi Presiden AS dan pembicaraan ulang mengenai perjanjian nuklir 2015 terlaksana. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved