Feature
Inilah Kisah Orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta, Magdalena Berjuang Hapuskan Diskriminasi
Meski HIV tidak bisa menular melalui interaksi sosial, sebagian masyarakat belum bersedia menerima kehadian orang dengan HIV/AIDS atau ODHA.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
Sebagai ODHA, Magda dan sesama penyintas merasakan kepanikan dua kali lipat atas keselamatan diri di tengah pandemi Covid-19. Mereka tak cuma harus berdamai dengan HIV/AIDS, tetapi juga waspada virus corona.
Kesulitan mengakses ARV sempat mereka alami tatkala virus corona merajalela pada Mei-Agustus 2021. “Stok ARV terbatas. Jam pelayanan bagi ODHA di puskesmas atau fasilitas kesehatan lain pun dibatasi,” paparnya.
Di tengah kesulitan itu, Magda seolah menjelma sebagai “penyelamat” bagi ODHA di DIY. Ia mendatangi satu per satu penyintas. Ia membagikan ARV sesuai kebutuhan. “Setiap Sabtu, saya keliling dari pagi sampai malam,” katanya.
Mengenai hak memperoleh vaksin Covid-19, Magda mengaku butuh perjuangan ekstra. Status sebagai ODHA cukup menghambat. Beberapa tenaga vaksinator belum sepenuhnya memahami syarat vaksinasi bagi para ODHA.
“Bahkan, ODHA harus menutupi status. Kalau terus terang berstatus ODHA, kami akan semakin sulit untuk mendapatkan vaksin. Sementara jika langsung ke dokter, kami harus tes darah atau CD4 dan lain-lain,” ungkap Magda.
Ke depan, ia berharap semakin banyak sosok yang peduli terhadap ODHA di DIY. Berdasarkan data, dalam satu tahun terakhir, ia menerima 57 laporan terkait diskriminasi ODHA di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. (Miftahul Huda)
Baca Tribun Jogja edisi Kamis 02 Desember 2021 halaman 01