Cerita Para Dokter dalam Mengatasi Kelelahan dan Tsunami Emosi Selama Pandemi

Bagi para perawat kesehatan dan dokter, tahun ini memang menjadi tahun yang sangat melelahkan. Mereka berhadapan dengan penyakit yang sama sekali baru

Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
Pixabay
Ilustrasi dokter, perawat kesehatan selama masa pandemi 

Goldman and Poor setuju bahwa refreshing keluar, berolahraga, dan berhubungan dengan orang yang dicintai adalah komponen penting dari upaya mereka menyiasati kelelahan hebat.

Untuk Block dan Gans, perawatan diri melibatkan menjaga ikatan keluarga mereka sekuat mungkin. Untuk Block, itu berarti dia memastikan dirinya dapat melayani pasien setiap hari kerja, tetapi berhenti bekerja pada hari Jumat untuk memastikan dia masih punya waktu di rumah.

Gans mengatakan dia menjadi ahli multitasking—menavigasi tuntutan pekerjaan yang berat tetapi selalu mendukung anak-anak remajanya dan membantu mereka mengatasi dampak pandemi di sekolah dan kehidupan sosial mereka.

Dokter dan terapis bekerja berjam-jam selama pandemi dan menyaksikan banyak penyakit dan kesedihan.
Jelas, ketegangan yang mereka rasakan berdampak pada kesehatan mental mereka, jadi mereka harus berupaya memenuhi kebutuhan psikologis mereka sepanjang tahun.

Poor mengatakan dia mengalami sejumlah tantangan psikologis yang tak terduga, bergantung pada keluarga dekat dan teman-teman serta profesional kesehatan mental untuk membantunya "menavigasi tsunami emosi."

"Saya pikir penting bagi dokter untuk menyadari bahwa tak memiliki jawaban adalah hal yang normal, dan terkadang merasa tidak enak badan itu juga normal," kata Poor.

Merayakan Kemenangan Mereka, Baik Besar maupun Kecil

Meskipun tahun ini sulit dalam banyak hal, banyak dokter dan terapis merasa nyaman dengan mengakui hal-hal positif yang mereka alami—seperti berhasil beradaptasi dengan perubahan atau merayakan kehidupan yang mereka selamatkan.

"Saya kira kemenangan kami adalah ketika orang-orang makin terbiasa dengan protokol kesehatan, sementara kami terus melanjutkan tugas kami," katanya.

Poor membagikan kisah menyentuh tentang merawat pasien sakit kritis yang tidak dikenal, yang meskipun banyak komplikasi akhirnya dilepas dari ventilator.

“Ketika dia membuka matanya untuk pertama kalinya, bisa bernapas sendiri, dan melihat kami, air mata mulai mengalir di wajahnya, jadi tentu saja saya juga mulai menangis,” katanya.

“Sebelum saya menyadarinya, seluruh tim menangis. Itu adalah pengalaman yang cukup kuat karena kami telah dibanjiri begitu banyak, dan telah kehilangan begitu banyak pasien. Meraih kemenangan ini benar-benar spesial bagi kami semua," tambahnya. (*/MON/Very Well Mind)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved