UMP DIY Siap Ditetapkan, UMK Kulon Progo Diusulkan Naik 5,5 Persen

Penetapan UMP menunggu Keputusan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X paling lambat 21 November 2021

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
Thinkstockphotos.com
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Teka-teki kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2022 di DIY akan terjawab hari ini, Kamis (17/11).

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, Arya Nugrahadi menjelaskan, jika mengacu peraturan perundang-undangan, penetapan UMP menunggu Keputusan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X paling lambat 21 November 2021.

Sementara untuk UMK ditetapkan paling lambat 30 November 2021.

"Karena tanggal 21 hari Minggu maka (penetapan) dilakukan pekan ini. Kalau Dewan Pengupahan tidak punya kewenangan untuk mengumumkan," ungkap Arya, Rabu (17/11).

Dia melanjutkan, formulasi penentuan UMP sesuai dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan peraturan turunan dalam UU Cipta Kerja.

Setelah Kementerian Ketenagakerjaan menggelar simulasi penghitungan UMP, terungkap bahwa kenaikan UMP 2022 rata-rata adalah sebesar 1,09 persen. Untuk DIY kenaikannya berkisar 4 persen.

Menanggapi hasil tersebut, Arya enggan berkomentar banyak. "Ya itu kan simulasinya. Kita lihat saja nanti penetapannya. Tetap mengacu Cipta Kerja PP 36. Kalau angkanya ngikut keputusan (Gubernur DIY) saja," jelasnya.

Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantul Istirul Widiastuti memastikan bahwa penetapan UMP akan dilaksanakan Kamis ini. "Besok (hari ini) rencana ditetapkan oleh Gubernur jam 10 di Kepatihan," terangnya.

Penetapan UMK

Pemerintah Kota Yogyakarta memastikan bakal ada kenaikan UMK pada 2022.

Saat ini, eksekutif sudah mengantongi rekomendasi, yang bakal diserahkan kepada Gubernur DIY untuk disahkan.

Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, rekomendasi tesebut merupakan hasil pembahasan antara serikat pekerja, dengan asosiasi pengusaha, yang difasilitasi oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans). Tetapi, dirinya menegaskan, keputusan di tangan provinsi.

"Sudah ada kesepakatan, tapi yang disepakati itu berupa rekomendasi, bukan keputusan, karena yang memutuskan Gubernur. Setelah dari sana, baru kita dapat menyampaikan berapa UMK-nya itu," cetusnya, Rabu (17/11).

Walaupun belum bersedia memaparkan angka, Haryadi bisa memastikan, UMK 2022 mengalami peningkatan dibanding sebelumnya. Katanya, hal tersebut sesuai dengan hasil simulasi Kementerian Ketenagakerjaan yang sudah mengumumkan peningkatan sebesar 1,09 persen.

"Iya dong, ada kenaikan pasti. Saya nggak mau mendahului Gubernur, karena masih dibahas. Yang jelas, ada kenaikan dari yang lalu, kan sudah ada acuannya," ujarnya.

Wali Kota menjelaskan, pembahasan UMK 2022 bersama asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja, berjalan lancar. Ia menilai, kedua beleh pihak dapat memahami bahwa UMK yang akan ditetapkan harus mengakomodir kondusifitas iklim investasi DIY, khususnya di Kota Yogyakarta.

"Ya, kalau terlampau tinggi nanti investor nggak ada yang masuk. Tapi, kalau terlalu rendah, ya, bahaya juga, siapa yang mau kerja di sini nanti. Tidak ada tenaga kerja yang mau itu, kalau upah minimumnya rendah," ucap Haryadi.

"Karena pendekatan kita, antara pengusaha, serta pekerja, jadi ada harmonisasi, dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi, dan juga perkembangan, maupun pembangunan kota ke depan," tambahnya.

Di Kulon Progo, Disnakertrans menyampaikan UMK 2022 di wilayahnya diusulkan naik 5,5 persen. Dengan demikian, besaran UMK Kulon Progo di tahun depan mencapai Rp 1.904.275

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kulon Progo, Nur Wahyudi mengatakan kenaikan UMK itu merupakan hasil kesepakatan antara pekerja, pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Sehingga disepakati UMK Kulon Progo sebesar Rp 1.904.275. Besaran upah itu meningkat 5,5 persen dari tahun ini Rp 1.805.000," ungkapnya.

Usulan UMK itu sudah disampaikan ke Bupati Kulon Progo, Sutedjo. Kemudian bupati akan meneruskan ke Gubernur DIY. Sehingga untuk kepastian terkait UMK dan UMP akan ditetapkan gubernur.

Ia menyebut, keberadaan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Temon ke depannya juga akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo. Meski kondisi bandara saat ini masih belum normal.

"Nantinya kalau kondisi normal dan pandemi Covid-19 mereda diharapkan penerbangan di YIA lebih banyak. Sehingga banyak orang berdatangan ke Kulon Progo melalui YIA. Kemudian berdampak pada perekonomianm termasuk pariwisata," kata Nur.

Sementara itu, Ketua DPC Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kulon Progo, Taufik Rico Khairul Azhar mengatakan awalnya dari KSPSI optimistis mengusulkan UMK di angka 5,7 persen. Namun dari Apindo mengusulkan di angka 5,4 persen. Sehingga saat sidang dengan Dewan Pengupahan terjadi musyawarah yang kemudian disepakati di angka 5,5 persen. (tro/aka/scp)

Demi Perbaikan Ekonomi

SEKRETARIS Jenderal DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsyad Ade Irawan mengungkapkan, DIY sebagai daerah istimewa seharusnya berani menetapkan upah minimum di luar mekanisme yang diberlakukan Kemenaker.

Sebab, kondisi UMP DIY masih jauh dari nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berdasarkan penghitungan serikat, UMP DIY harusnya berada di atas Rp 2 juta jika penetapannya mempertimbangkan survei biaya kebutuhan hidup di daerah.

"Perlu menetapkan dengan formula pengupahan yang lain agar upah minimum di Yogya bisa minimal KHL. Hal itu perlu dilakukan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat di tengah pandemi dan mengurangi tingkat kemiskinan," terangnya.

Jika tuntutan buruh tersebut tidak dipenuhi, DPD KSPSI DIY akan membawa permasalahan tersebut ke PTUN. Pihaknya juga akan menempuh jalur non litigasi yakni dengan beraudiensi ke Pemda DIY maupun DPRD DIY. (tro)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved