Melihat Sejarah Tugu MBKD dan Jejak Perjuangan Jenderal AH Nasution di Kaki Gunung Merapi Klaten
Untuk mengenang sejarah tersebut, di Desa Kepurun, juga berdiri sebuah Monumen Markas Besar Komando Djawa (MBKD) Pos X.
Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
Ia mengatakan, saat itu Jenderal AH Nasution dan rombongan disarankan berangkat ke desa di kaki Gunung Merapi itu pada malam hari dan diantar oleh Saeran.
Setiba di Desa Kepurun, Jenderal AH Nasution dan rombongan dikira oleh kepala desa saat itu sebagai mata-mata sehingga sempat timbul perdebatan hangat.
"Pak Nas ini kan kulitnya putih bersih jadi dikira oleh si mbah lurah Kepurun sebagai mata-mata, tapi akhirnya bapak saya yang menjelaskan," urainya.
Setelah mendapat penjelasan, akhirnya jenderal AH Nasution menetap di rumah lurah Desa Kepurun itu bernama Parto Harjono.
Namun, selama menentap di Desa Kepurun, Jenderal AH Nasution tidak tidur di satu rumah saja karena berganti-ganti setiap malamnya untuk menjaga keamanan dirinya.
"Setiap malam memang pindah-pindah rumah dan bapak saya sering menemani," ucapnya.
Ia menyebut, Jenderal AH Nasution berada di Desa Kepurun sekitar 3 bulan lamanya.
"Selama tiga bulan itu, semua serangan gerilya yang dilakukan, apapun hasilnya dilaporkan ke Kepurun karena waktu itu Pak Nas menjabat Komandan MBKD," imbuhnya.
Untuk mengenang sejarah tersebut, di Desa Kepurun, juga berdiri sebuah Monumen Markas Besar Komando Djawa (MBKD) Pos X.
Monumen itu berbentuk segi panjang dan terbuat dari marmer dengan tinggi sekitar 6 meter dan lebarnya 1,5 meter.
Monumen ini berdiri persis di depan bekas rumah lurah Desa Kepurun Parto Harjono yang ditemui Jenderal AH Nasution waktu menyusun perang gerilya pada rentang waktu 1948 hingga 1949 itu.
Adapun monumen itu diresmikan oleh Wakil Presiden Indonesia Adam Malik pada 19 Desember 1982.
Pantauan TribunJogja.com di lokasi, pada sisi belakang monumen terukir sebuah tulisan atau deskripsi singkat mengenai Monumen MBKD itu.
Adapun beberapa tulisan yang tertera, yakni;
Perintah Kilat