5 Tips Mengobati Penyakit Waswas dalam Islam

Was-was adalah penyakit yang disematkan di hati manusia oleh iblis untuk menimbulkan keraguan. Penyakit ini bisa membahayakan keimanan seorang muslim.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Rina Eviana
ist
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM – Waswas adalah penyakit yang disematkan di hati manusia oleh iblis untuk menimbulkan keraguan.

Penyakit ini bisa membahayakan kesungguhan seorang muslim dalam menjalankan ibadah.

Waswas menggiring seorang muslim untuk mengulang-ulang ibadahnya.

Sehingga jika dibiarkan berlarut-larut, maka penyakit ini akan menyebabkan seorang muslim merasa rasa terbebani dalam beribadah.

Padahal Islam adalah agama yang mudah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

Artinya: “Sesungguhnya agama itu mudah, tidaklah seseorang memberat-beratkan dirinya dalam beragama kecuali dia akan terkalahkan” (HR. Bukhari).

Setiap orang yang membebani dirinya dalam beramal, berujung pada sikap bosan atau bahkan membenci amal ibadah.

Untuk itu perlu suatu cara agar terbebas dari penyakit was-was.

Berikut 5 tips mengobati waswas:

1. Tidak Peduli

Ahmad al-Haitami ketika ditanya tentang penyakit was-was, adakah obatnya? Beliau mengatakan,

“Ada obat yang paling mujarab untuk penyakit ini, yaitu tidak peduli secara keseluruhan. Meskipun dalam dirinya muncul keraguan yang hebat. Karena jika dia tidak perhatikan keraguan ini, maka keraguannya tidak akan menetap dan akan pergi dengan sendiri dalam waktu yang tidak lama. Sebagaimana cara ini pernah dilakukan oleh mereka yang mendapat taufiq untuk lepas dari was-was. Sebaliknya, orang yang memperhatikan keraguan yang muncul dan menuruti bisikan keraguannya, maka dorongan was-was itu akan terus bertambah, sampai menyebabkan dirinya sepertiorang gila atau lebih parah dari orang gila. Sebagaimana yang pernah kami lihat pada banyak orang yang mengalami cobaan keraguan ini, sementara dia memperhatikan bisikan was-wasnya dan ajakan setannya” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1:149).

2. Bersikap Kebalikannya

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved