Biennale Jogja Isu di Kawasan Oceania Lewat Pameran Seni
Biennale Jogja XVI Equator #6 masih berlangsung. Pameran seni tersebut dilaksanakan mulai 6 Oktober hingga 14 November 2021.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Biennale Jogja XVI Equator #6 masih berlangsung. Pameran seni tersebut dilaksanakan mulai 6 Oktober hingga 14 November 2021.
Kurator Biennale Jogja XVI Equator #6, Ayos Purwoaji mengatakan gelaran kali ini Biennale menggandeng kawasan Oceania atau Pasifik. Negara yang termasuk dalam Oceania seperti New Zealand, Fiji, New Caledonia, dan lainnya.
Selain untuk menutup Biennale Jogja XVI Equator seri ke enam, alasan lain Oceania menjadi pilihan adalah karena kesamaan seni budaya.
Baca juga: Tak Hanya Peserta PTM, Pemkot Yogyakarta Juga Gulirkan Swab Acak Bagi Petugas Layanan Umum
"Dengan menggandeng Oceania, kami ingin memperluas Oceania itu sendiri. Bahwa Oceania itu merentang dari Hawai sampai ke Kepulauan Maluku, dari Fiji sampai ke Papua, dari New Caledonia ke Nusa Tenggara Timur. Tidak hanya terbatasi teritori politik. Bagi kami teman di timur Indonesia punya kebudayaan yang mirip di Oceania," katanya di Jogja Nasional Museum, Kamis (04/11/2021).
Ia menyebut Indonesia tidak hanya bagian dari Asia Tenggara, tetapi juga Oceania.
Sebab selain memiliki kemiripan dengan sosial budaya Asia Tenggara, sisi timur Indonesia juga memiliki kesamaan sosial budaya dengan kawasan Oceania atau Pasifik.
Kurator Biennale Jogja XVI Equator #6 lainnya, Elia Nurvista menerangkan ada 34 seniman yang terlibat dalam gelaran seni yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta.
Ada beberapa tema penting yang diangkat pada Biennale kali ini.
Salah satu isu yang menjadi perhatiannya ialah diaspora atau migrasi, baik migrasi pekerja, buruh, atau orang yang mencari suaka.
"Selama kita melakukan riset ada beberapa hal yg penting diangkat mislanya diaspora atau per migrasi pekerja, buruh, orang mencari suaka itu beresonansi dengan situasi migrasi, perebutan sumber daya alam, ruang hidup di Indonesia bagian Timur, dan itu juga terjadi di Oceania yang akhirnya meminggirkan kebudayaan dan pengetahuan setempat," terangnya.
Menurut dia adanya Biennale Jogja juga menjadi ajang pembuktian, bahwa pusat seni tidak hanya di barat saja.
Indonesia, bahkan Yogyakarta bisa menjadi pusat seni dunia.
Sementara itu, Direktur Biennale Jogja XVI Equator #6, Gintani Nur Apresia Swastika mengungkapkan antuasiasme pengunjung Biennale sangat tinggi.
Ada empat venue pameran seni, yaitu Jogja National Museum (JNM), Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Museum dan Tanah Liat, dan Indie Art House.