Sidebar Headline
Harapan Buruh Upah Minimum Provinsi Yogyakarta 2022 Naik
Ketua KSPSI DIY, Ruswadi, menyampaikan keberatan terkait penggunaan PP 36 Tahun 2021 tentang penetapan upah itu tetap dirasakan oleh kalangan serikat
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Ruswadi, menyampaikan rasa keberatan terkait penggunaan PP 36 Tahun 2021 tentang penetapan upah itu tetap dirasakan oleh kalangan serikat.
Pasalnya, dewan pengupahan dari unsur serikat pekerja tidak bisa lagi melakukan survei KHL.
Kendati demikian, Ruswadi berharap Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2022.
"Dari awal sudah mendengar, kemarin juga sedang PPKM berkepanjangan, ekonomi belum menggeliat, pertumbuhan dan inflasi ekonomi stagnan tapi tidak seperti itu, perusahaan yang survive juga banyak," jelasnya.
Ruswadi berharap, Sri Sultan mempertimbangkan daerah-daerah perbatasan dalam merumuskan penetapan UMP mendatang.
Dan usulan kenaikan UMP 2022 dari kelompok DPD KSPSI DIY disampaikan Ruswadi sebesar 12 hingga 15 persen.
• Menanti Kenaikan Upah di Jogja, Pemerintah Tunggu Data Ekonomi
Saat ini usulan itu masih terus dilakukan penyempurnaan oleh para serikat pekerja, dan rencananya berkas usulan itu akan disampaikan ke Gubernur DIY melalui Sekda DIY.
"Ini baru awal dan belum kami godok dan belum final, ya, proyeksi kami sekitar 12 sampai 15 persen yang kami usulkan. Nanti baru akan kami godok, tapi nanti angka yang akan muncul secara umum segitu," ungkapnya.
Ruswadi mengatakan, wilayah DIY terbilang rapi dalam merumuskan penetapan upah.
Sebab melibatkan dewan pengupahan dan prosesnya terstruktur dari unsur apindo, serikat pekerja, dan pemangku kebijakan.
Namun entah mengapa, wilayah DIY masih rendah angka UMP-nya meski telah melibatkan dewan pengupahan.
"Saya pernah ke Magelang, di sana itu enggak ada dewan pengupahan. Hanya informal saja antara pekerja, Apindo, dan pemangku kebijakan.
DIY yang prosesnya rapi tapi kenapa selalu tertinggal dari mereka," jelas Ruswadi.
Kini, dia dan para pekerja lainnya masih menantikan pemaparan data dari BPS, sebagai formula untuk merumuskan upah.
"Kami berharap ada keterbukaan data dari BPS, jelas kami nantikan dan jika ada ketidaksesuaian, ya, akan kami sampaikan," pungkasnya. (hda)
Baca Tribun Jogja edisi Jumat 28 Oktober 2021 halaman 01