Isu Kelas Standar BPJS Kesehatan dan Perubahan Kelas Kamar Rawat Inap, Begini Penjelasannya
Isu mengenai kelas standar yang akan diterapkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus mencuat. Perubahan kelas kamar rawat inap
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Isu mengenai kelas standar yang akan diterapkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus mencuat.
Perubahan kelas kamar rawat inap ini dianggap mampu membuat perhitungan iuran menjadi lebih sederhana, serta memudahkan kolaborasi dengan asuransi swasta.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, maka kelas standar akan mewujudkan akses dan mutu sesuai standar pelayanan, menyediakan kebutuhan standar minimal sarana prasarana, dan alat kesehatan, serta menyediakan sumber daya manusia yang sesuai dengan rasio pasien.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Prof Dr Ali Ghufron Mukti MSc PhD mengatakan, isu yang beredar tersebut fokus kepada peningkatan kualitas dari program JKN itu sendiri.
Baca juga: Barahmus DIY Dukung Museum Terima Kunjungan dari Sekolah
“Kami ingin kelas standar ini menciptakan standardisasi mutu pelayanan untuk masyarakat,” ungkapnya dalam Podcast RS UII bertajuk ‘Kelas Standar Rawat Inap JKN, Kemajuan atau Kemunduran?’ yang ditayangkan di kanal YouTube Tribun Jogja Official, Kamis (28/10/2021).
Dia menjelaskan, pihaknya belum membicarakan tentang besaran iuran yang akan ditarik dari masyarakat.
Meski begitu, Ali berharap dan memilih iuran BPJS Kesehatan tidak naik.
“Saya maunya ini ada uji coba dulu. Sudah ada rencananya, tinggal uji coba. Ini semua kan bertahap. Kami berharap, keinginan untuk mengubah ini tidak ujuk-ujuk, tidak tiba-tiba. Jangan sampai, setelah RS dijebol temboknya, baru dibangun eh tidak tuntas. Harus bertahap, matang dan sesuai Undang-undang (UU),” bebernya.
Menimpali isu tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, Agus Budi Raharja SKM MKes menambahkan, pemerintah daerah (pemda) optimis bahwa peningkatan kualitas pelayanan BPJS bisa terlaksana dan juga merupakan amanah dari UU.
“Harapan kita kan, dalam BPJS ini semuanya terukur, ada indikatornya, jadi kita semua bisa lebih nyaman. Problemnya memang di indikator itu,” jelasnya.
Baca juga: Amankan Pilur, Polres Gunungkidul Akan Terjunkan 410 Personel
Lebih lanjut, adanya standardisasi mutu itu bisa meminimalisasi kesalahan yang terjadi. “Intinya, mutu pelayanan meningkat dan keselamatan pasien diutamakan,” tukas Agus.
Dia yakin, pemda tidak keberatan dengan adanya inovasi yang menguntungkan masyarakat. Pemda dipastikan akan berada bersama BPJS Kesehatan untuk menyediakan pelayanan yang mumpuni.
Sementara, Bendahara Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) DIY, drg Wiwik Lestari MPH mengatakan, sejumlah RS Swasta di DI Yogyakarta sudah siap untuk menyediakan kelas standar.
“Kami sempat melakukan riset di asosiasi, 58 persen menyatakan siap. Mereka memang manajemen adaptif. Sementara, 41 persen belum siap karena melihat regulasinya seperti apa dulu,” tandas Wiwik. (ard)