FEATURE
Istirahatlah, Mas Cindhil
Dunia teater Yogyakarta kehilangan seorang putra terbaiknya. Pria yang juga seorang aktor film, Gunawan Maryanto berpulang.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Agus Wahyu
Novel
Sudah menelurkan banyak karya tak menyurutkan Gunawan Maryanto untuk terus menghasilkan sesuatu untuk dikenang. Bahkan, dia ingin menulis novel, yang sampai di pengujung usianya belum bisa kesampaian.
”Sebagai penulis, dia menulis lakon, puisi, dan cerpen. Yang belum kesampaian itu menulis novel. Dia beberapa kali ngobrol sama saya dan bilang belum menemukan waktu dan konsentrasi untuk menulis novel. Padahal, dia punya keinginan untuk menulis novel,” tutur Yudi Ahmad Tajudin, satu di antara pendiri Teater Garasi di rumah duka.
Memang, selain terlibat teater, Cindhil juga merupakan penulis cerpen dan puisi. Beberapa kumpulan cerpennya antara lain Bon Suwung (2005), Galigi (2007), dan Usaha Menjadi Sakti (2009). Sementara itu, kumpulan puisinya semisal Perasaan-Perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya (2008), Sejumlah Perkutut buat Bapak (2010), dan Sakuntala (2018).
Pada 2010, Sejumlah Perkutut buat Bapak memperoleh penghargaan Khatulistiwa Literary Award. ”Dedikasi dan disiplin dia sebagai seniman itu sangat tinggi. Begitu dia terlibat proyek, ya, dia akan sepenuhnya di sana,” tutur Yudi.
Dedikasi tinggi itulah yang membuat Gunawan mampu menghasilkan karya-karya yang berkualitas. Salah satu karyanya, Repertoar Hujan (2001) merupakan karya penting dalam sejarah teater Indonesia.
Dalam pertunjukan itu, Gunawan selaku sutradara dan penulis naskah, mengolah puisi-puisi pendek yang belum sepenuhnya selesai menjadi sebuah pertunjukan. Kini, Gunawan ‘Cindhil’ Maryanto telah berjalan menghadap yang Kuasa. Karyanya akan dikenang banyak orang karena totalitas sepanjang hayat. (Ardhike Indah)
Selengkapnya baca Tribun Jogja edisi Jumat 8 Oktober 2021 halaman 01