Kisah Porter Stasiun Tugu Yogyakarta, Memilih Tidur di Stasiun untuk Menghemat Uang

Pembatasan mobilitas di tengah pandemi dianggap merugikan bagi pekerja informal oleh beberapa orang, salah satunya Suratman warga Wonosari

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Miftahul Huda
Suratman dan beberapa pekerja porter di Stasiun Tugu Yogyakarta menunggu penumpang, Senin (23/8/2021) 

Ia menjelaskan, tarif angkut para porter ini berkisar Rp 20 ribu. Namun tak jarang penumpang memberikan lebih. Di hari sebelum pandemi, tiap porter bisa mengantongi penghasilan di atas Rp 100 ribu. 

Akan tetapi, menurutnya untuk mendapat Rp 60 ribu ditengah pandemi seperti saat ini mereka harus menunggu lebih lama. Kadang juga hingga larut malam. 

"Sehari saya kan sering masuk jadi ngagk pulang jadi dapat 2 kali 3 kali angkut. Jadi sehari sekiar Rp 60an ribu," ujarnya. 

Dia menjelaskan bahwa sebenarnya jumlah penumpang sudah lumayan banyak sebelum kebijakan PPKM. 

Namun karena Juni ada lonjalan kasus corona, kebijakan pengetatan ini mau tak mau harus diambil pemerintah. 

"Yang penting tlaten, sabar. Pasti dapat walau pun satu hari satu malam (menunggu)," katanya optimis. 

Suratman bersyukur mendapat sejumlah bantuan dari pemerintah juga pihak lain. Namun, bukan itu yang dia harapkan untuk jangka panjang. Dia ingin ekonomi Yogyakarta sebagai kota periwisata menggeliat. 

Dia sadar nasib kurang baik saat ini tidak hanya menimpa dirinya, tetapi juga para pekerja informal lain. Seperti tukang becak, andong, dan lain sebagainya. 

"Paling diharapkan kembali normal. Perputaran uang kan dari itu tadi. Hotel pada tutup juga kasihan. Tukang becak juga terdampak," ujarnya. 

Baca juga: RAMALAN ZODIAK Besok Selasa 24 Agustus 2021 : Ada yang Ingin Anda Gagal

Suroso (45) asal Sleman adalah rekan Suratman sesama porter. Dia sudah 7 tahun bekerja di sini. Kondisi pandemi ini menurut Suroso memaksa rekan-rekan lainnya mencari pekerjaan lain. 

"Kita porter ada 100 dibagi 2 shift. Satu shift 50 orang. Sekarang paling yang berangkat 15. Lain cari kerja di luar ada di proyek (pembangunan), asal dapat penghasilan," kata Suroso. 

Saat ini kereta belum banyak jalan. Jika dulu satu hari satu malam setidaknya ada 30 perjalanan kereta, kini menyusut hanya sekitar 8 perjalanan. 

"Kereta belum banyak yang jalan. Ada aturan usia 12 tahun ke bawah kan belum boleh naik. Yang boleh 12 tahun ke atas dengan syarat sudah vaksin dan rapid antigen.  Sepi. Satu rangkaian paling penumpang 100an," ujarnya. 

Lantaran mayoritas penumpang adalah pekerja, maka mereka tidak membawa banyak barang seperti wisatawan. Ketika penumpang tak membawa banyak barang otomatis jasa porter terabaikan. 

"Kalau sekarang tidak bisa diprediksi (pendapatan sehari-hari). Yang pengaruh dari Jakarta, Bandung itu bawaannya banyak," ujarnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved