ODHA Sulit Akses Vaksin hingga Berjuang Dengan Penyakit dan Covid-19

Paling baru 30 sampai 50 persen ODHA yang sudah vaksin. Karena, beberapa layanan di puskesmas masih minta surat dari dokter yang merawat ODHA.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Agus Wahyu
Istimewa
ILUSTRASI vaksinasi di Silol and Eatery Kotabaru, Gondokusuman Yogyakarta, Sabtu (14/8/2021). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pandemi Covid-19 hampir 2 tahun berlangsung, namun Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di DIY masih kesulitan mengakses vaksinasi Covid-19. Di lain sisi, mereka juga harus berjuang dengan virus HIV/AIDS yang diidapnya, dengan rutin memeriksakan kondisi tubuh pada waktu tertentu.

Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY, Laurensia Ana Yuliastanti mengatakan, belum semua ODHA di DIY telah mendapat pelayanan vaksinasi Covid-19. "Ada yang sudah ada yang belum. Tapi kami sudah sampaikan data ODHA ke dinkes sebagai pengampu vaksinasi," katanya kepada Tribun Jogja, Rabu (18/8/2021).

Dari data yang dimiliki KPA DIY, periode 1993 hingga 2020 lalu ada sebanyak 1.820 warga DIY yang mengidap AIDS. Sedangkan warga DIY yang menderita HIV ada sebanyak 5.627 jiwa.

Laki-laki lebih mendominasi mengidap AIDS yakni sebanyak 1.212, sedangkan perempuan jumlahnya hanya 598 jiwa, dan 10 sisanya tidak diketahui. Sementara penderita HIV dari kalangan laki-laki di DIY cukup tinggi yakni 3.794 jiwa dan untuk perempuan hanya 1.767 jiwa, sedangkan 76 sisanya tidak diketahui.

Data itulah yang kemudian dikirimkan ke Dinkes DIY, dengan harapan para pengidap HIV/AIDS segera mendapat jatah vaksinasi Covid-19. Ana belum memastikan berapa jumlah ODHA di DIY yang sudah terlayani program vaksinasi dari pemerintah.

"Belum ter-update, karena di kabupaten/kota belum laporan juga, paling baru 30 sampai 50 persen ODHA yang sudah vaksin. Karena beberapa layanan di puskesmas masih minta surat dari dokter yang merawat ODHA tersebut," jelasnya.

Permasalahan lain, menurut Ana, kontrol rutin dari para ODHA ke dokter yang menangani juga terbatas akibat kebijakan pembatasan aktivitas dari pemerintah mulai diberlakukan. Diakui olehnya banyak dari para ODHA merasa frustasi dengan kondisi tersebut, lantaran ekonomi yang sulit, akses pengobatan juga sulit, serta jatah vaksinasi bagi mereka juga diakui oleh Ana masih sangat sulit.

"Tentu saja semua orang pasti frustasi dengan pandemi termasuk teman-teman ODHA. Selain ekonomi mereka yang juga berdampak, pengobatan mereka tidak maksimal karena dibatasi dengan kebijakan pencegahan Covid-19. Misal ketemu dokter untuk kontrol, pengambilan obat, dan lain-lain," terang dia.

Kendati demikian, untuk mengatasi itu para ODHA seringkali dibantu oleh tenaga pendampingnya untuk mengambilkan atau menebus obat dari dokter yang menangani. "Ada yang diambilkan pendampingnya memang," jelasnya.

Di tengah pandemi Covid-19 saat ini hal yang tak kalah penting yang menjadi kebutuhan para ODHA menurut Ana adakah vaksin Covid-19. Sayangnya, jatah vaksin untuk penderita HIV/AIDS di DIY masih sulit diakses.

"Vaksin kalau buat ODHA agak susah. Karena kebanyakan fasyankes vaksinasi minta harus ada surat dokter yang merawat ODHA untuk izin vaksin. Tetapi ada beberapa layanan yang tidak memerlukan syarat itu, asalkan sehat," terang dia.

Tantangan
Sementara, Sekretaris Jaringan Indonesia Positif (JIP) DIY, Magdalena menambahkan, hal utama yg masih dirasa menjadi tantangan ODHA dalam akses layanan vaksinasi Covid-19 adalah tidak meratanya informasi, khususnya untuk petugas vaksinator bahwa ODHA juga dibolehkan menerima vaksinasi Covid-19.

Menurut Magdalena, pemahaman para vaksinator bahwa ODHA harus dengan standar pemeriksaan CD 4 (sel bagian imun) di angka tertentu jika ingin mendapat layanan vaksin Covid-19. Hal itu dibantah oleh Magdalena karena ia menganggap nilai itu merupakan standar dari persatuan ahli penyakit dalam beberapa waktu lalu.

"Namun kini ODHA boleh vaksin tanpa melihat berapa nilai angka CD 4-nya. ODHA dalam kondisi sehat dan tanpa penyakit pernyerta bisa vaksin," tegasnya.

Informasi terkait hal itu masih dirasa belum dipahami secara luas oleh layanan kesehatan. Sehingga pasien HIV/AIDS yang hendak melakukan vaksinasi masih diminta sejumlah dokumen persyaratan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Dari pengalaman itu, tak sedikit para penderita HIV/AIDS tidak mengatakan bahwa dirinya merupakan ODHA demi mendapat jatah vaksinasi tanpa dengan persyaratan yang rumit.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved