Lafitri Panca Wardani Pebiliar DI Yogyakarta yang Kesulitan Mencari Regerasi Atlet Putri Biliar
Tidak banyak yang mengetahui bahwa permainan biliar termasuk olahraga resmi yang memiliki federasi dan event internasional.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tidak banyak yang mengetahui bahwa permainan biliar termasuk olahraga resmi yang memiliki federasi dan event internasional.
Maka pencarian bakat atletnya cukup sulit dilakukan di DI Yogyakarta khususnya di kategori putri. Hal itu seperti diungkapkan oleh Lafitri Panca Wardani, atlet biliar DIY yang akan bermain di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua bulan Oktober 2021 besok.
Pipit panggilan akrabnya, menyebut saat ini ia sedang kesulitan mencari regenerasi dirinya untuk dapat bersaing di ajang olahraga empat tahunan nasional itu.
"Sebetulnya ada atlet perempuan, cuma masih satu angkatan dengan saya, jadi bukan atlet yang memang muda. Ada juga yang muda, tapi mereka selalu kesulitan dengan izin dari orangtuanya," ujar atlet yang kini usianya menginjak 38 tahun itu.
Kendala tersebut ada karena sampai saat ini yang dirasakan Pipit karena atlet biliar terkadang masih mendapat stigma dari khalayak luas sebagai orang yang urakan atau yang akrab dengan pengaruh negatif lainnya.
"Padahal kita ada federasinya, POBSI dan kita juga dinaungi sama komite olahraga, KONI," jelasnya.
Baca juga: Polresta Yogyakarta Imbau Masyarakat Segera Melapor Bank Jika ATM Tertelan di Mesin
Selain itu, jumlah kompetisi yang beredar di Indonesia untuk atlet biliar putri sangat minim. Hal itu pun membuat Pipit selalu mengikuti kejuaraan campuran.
Atlet asli kelahiran Blora, Jawa Tengah itu beranggapan jika kejuaraan yang diselenggarakan khusus untuk atlet putri biasanya selalu sepi peminat.
Karena para sponsor enggan menyuntikan dana kepada event atau kejuaraan yang tidak banyak diminati oleh khalayak.
Sehingga penyelenggara tidak mau ambil risiko, alih-alih mendatangkan keuntungan, yang ada malah sebaliknya.
"Sponsor juga tidak mau kalau sepi, nah kalau mengandalakan uang pendaftaran atelt juga tetap tidak bisa. Akhirnya kita (atlet putri) larinya ikuti turnamen yang lawannya laki-laki, syukur kita bisa terbantu ikut turnamen di sana," katanya.
Lantas bagaimana kira-kira untuk mengatasi hal tersebut? Pipit mengatakan jika saja kejuaraan khusus putri itu digalakkan oleh Kemenpora dan KONI pusat bareng POBSI, kemungkinan perlahan akan banyak orang yang tertarik dan memerhatikan olahraga biliar.
"Caranya bisa saja mereka memberikan dana kepada KONI masing-masing daerah, atau POBSI atau rumah biliar untuk mengadakan kejuaraan khusus perempuan," kata Pipit.
Awal Bermain Biliar
Pipit merupakan salah satu atlet biliar yang dikaruniai bakat, ketekunan dan kerja keras sejak ia mulai bermain biliar pada tahun 2003 sampai saat ini.
Tercatat, Pipit telah mengikuti sebanyak dua edisi PON pada tahun 2008 dan 2012. Hanya pada 2016 Pipit harus menepi karena tidak lolos saat bertanding di PraPON Jawa Barat.
Siapa sangka, prestasinya tersebut diawali dari keisengannya diajak bermain biliar oleh temannya waktu duduk di bangku kuliah.
Awalnya Pipit hanya ikut nongkrong di salah satu rumah biliar di Yogyakarta, ia pun kerap diminta oleh teman-temannya tersebut untuk ikut bermain.
Karena tidak enak jika menolak, akhirnya Pipit mengiyakan ajakan tersebut. Satu dua bola akhirnya ia berhasil masukkan, persaan Pipit saat itu merasa senang atas pencapaiannya.
Dari sana perempuan kelahiran 14 Juli 1983 itu mulai ketagihan bermain biliar. Beruntung di tempat itu ada yang mau mengajarkannya secara cuma-cuma.
"Tahun 2003 itu saya masih kuliah di D3 Pariwisata, FIB UGM. Kebetulan saya lebih sering main sama teman-teman di luar kampus, nah waktu itu kita di satu rumah biliar, Takashimura ada meja biliar kecil, belum standar. Di sanalah saya ikut main sama teman-teman," bebernya.
Permulaan tersebut membawanya terus menempa diri dengan latihan main biliar dengan serius. Berselang satu tahun, pada 2004 Pipit akhirnya diminta untuk mengikuti kompetisi Liga Putri.
Dalam kompetisi tersebut jika ada atlet yang berhasil meraih medali emas, maka akan dipanggil untuk membela DIY dalam Kejuaraan Nasional (Kejurnas).
"Akhirnya memang terjadi, saya dapat mendali emas, dan kemudian ikut Kejurnas di tahun itu juga," ucapnya.
Berselang satu tahun, Pipit sebagai pendatang baru belum begitu mengerti soal aturan mutasi atlet.
Baca juga: Gelombang Tinggi di Kulon Progo, Sejumlah Bangunan di Tepian Pantai Alami Kerusakan
Karena ambisi dan kecintaanya bermain biliar, Pipit bersedia diajak temannya untuk membela kabupaten Pemalang di Porda Jawa Tengah.
Padahal secara aturan, jika satu atlet tersebut pernah membela daerah suatu daerah, maka tidak diperbolehkan membela daerah lain.
Walhasil setelah mengetahui aturan tersebut, Pipit terpaksa menerima hukuman dilarang bermain selama satu tahun di lingkungan POBSI.
"Setelah dapat bonus karena menang di Porda Jateng itu, saya dikontak oleh POBSI kalau melanggar aturan, mau tidak mau saya dapat hukuman. Tapi di sana saya meminta maaf karena tidak tahu, dan setelah itu saya terus di sini, membela DIY," ungkapnya.
Alasan itu juga menjadi alasan mengapa sampai saat ini Pipit tidak memilih untuk membela asalnya, Jawa Tengah di PON.
Selain dari awal memang membela kontingen DIY, Pipit juga merasa ribet jika harus berlatih di Jawa Tengah yang notabene kawasannya terlalu luas dan dapat membuatnya menempuh puluhan kilometer jika akan berlatih.
"Saya kan dari Blora, nanti kalau mau latihan buat kontingen Jawa Tengah harus ke Semarang dulu, capek di jalan. Kalau di sini (DIY) tempatnya tidak jauh-jauh, jadi lebih nyaman," papar perempuan yang khas dengan rambut pendeknya. (tsf)