Smart Enterprise Kedelai, Inovasi UGM agar Indonesia Tak Melulu Bergantung Pada Impor Kedelai
Saat ini kebutuhan kedelai di Indonesia sebanyak 90 persen dipenuhi dari impor dan terjadi peningkatan tiap tahunnya.
“Sistem ini mampu menghubungkan komponen pelaku dalam sistem tata niaga kedelai serta mampu membantu dan menjaga kontinuitas produk sepanjang tahun,” ujarnya.
Saat ini pengembangan Smart Enterprise Kedelai dijalankan di Kantor Gudang Sistem Resi Gudang (SRG) Kabupaten Bantul guna pengendalian stok dan sistem resi gudang saat panen kedelai melimpah, dan juga dibangunnya Agroindustri Tempe berbahan baku kedelai lokal di Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah dari tahun 2015.
Dari hulu hingga hilirisasi, kedelai lokal akan semakin diberdayakan petani dan dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Penerapan kegiatan Smart Enterprise Kedelai melibatkan unsur kolaborasi dan sinergitas terdiri dari pemerintah, Industri, Kelompok Petani, Akademisi Pendidikan Tinggi dan Media sebagai bentuk sistem Pentahelix.
Dalam kurun waktu setahun di tahun 2020, Keterlibatan kelompok petani kedelai di Smart Enterprise Kedelai telah mencapai 2.200 mitra petani dengan memanfaatkan lahan 294 Hektare dan menyerap tenaga kerja 8.820 dan mendukung perekonomian pedesaan.
Menurutnya pengembangan kedepan Smart Enterprise Kedelai dapat digunakan sebagai model untuk komoditi kedelai yang bisa dikembangkan di berbagai daerah-daerah sentra kedelai di tanah air. (Rls)