Headline
Pemerintah Akui Dunia Usaha Bakal Terdampak Pengetatan PPKM Mikro
Pemerintah akan merevisi aturan terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro.
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Pemerintah akan merevisi aturan terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Salah satunya mengurangi jam operasional mal menjadi hingga pukul 17.00 WIB dari sebelumnya pukul 20.00 WIB.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Ganip Warsito menyatakan, sesuai hasil rapat terbatas, pemerintah akan merevisi aturan PPKM skala mikro yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021. "Untuk sektor-sektor ekonomi seperti mal ini hanya dioperasionalkan sampai dengan jam 17.00 WIB," ujarnya dalam rapat koordinasi yang ditayangkan secara virtual, Senin (29/6/2021).
Selain itu, kata Ganip, ada sejumlah aturan lain yang bakal diubah. Misalnya, restoran hanya dibolehkan buka dengan sistem takeaway atau dibungkus dan dibatasi hingga pukul 20.00.
Kemudian, di daerah zona merah dan oranye Covid-19, perkantoran wajib menerapkan work from home (WFH) bagi 75 persen karyawan dan sebanyak 25 persen karyawan work from office (WFO). Ia mengatakan, aturan-aturan tersebut bertujuan untuk menekan angka mobilitas penduduk yang dinilai menjadi kunci utama dalam pengendalian penularan Covid-19 di Indonesia.
Menanggapi rencana itu, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai, pembatasan tidak akan efektif menekan pandemi Covid-19 bila dilakukan hanya pada fasilitas yang selama ini sudah mampu menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, seperti mal. Ini lantaran penyebaran saat ini telah terjadi di lingkungan dan komunitas yang lebih kecil sehingga pembatasannya harus dengan berbasis mikro.
Selain itu, penegakannya pun harus sampai pada tingkat paling kecil di lingkungan dan komunitas kehidupan masyarakat. "Pembatasan tidak akan efektif jika hanya diberlakukan terhadap fasilitas-fasilitas yang selama ini memiliki kemampuan dan telah dapat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, disiplin, dan konsisten seperti pusat perbelanjaan," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (29/6/2021).
Menurut Alphonzus, sudah hampir dapat dipastikan bahwa rencana pengetatan pembatasan jam operasional mal tersebut akan berdampak besar terhadap gerak perekonomian, khususnya pada dunia usaha yang akan kembali terpukul dan terpuruk. "Jangan sampai pengorbanan besar di bidang ekonomi menjadi sia-sia akibat kebijakan yang diputuskan tidak efektif untuk mengurangi jumlah kasus positif Covid-19," imbuhnya.
Alphonzus menekankan, pada dasarnya pelaku usaha pusat perbelanjaan akan mendukung setiap ketentuan yang ditetapkan pemerintah, sepanjang kebijakan itu memang efektif untuk menekan laju lonjakan jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia. Namun demikian, ia berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan lagi tentang ketentuan jam operasional mal saat merevisi aturan PPKM skala mikro.
"Pusat perbelanjaan menghimbau agar rencana keputusan tersebut dipertimbangkan kembali secara mendalam, apakah memang benar-benar efektif untuk menekan jumlah kasus positif Covid-19 yang sedang melonjak saat ini," ujar Alphonzus.
Opsi
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, mengatakan sebaiknya ketimbang opsi PPKM mikro diperketat, sebaiknya pemerintah memberlakukan sistem PSBB seperti yang dilakukan oleh pemerintah pada awal-awal pandemi, jika memang tidak mampu untuk melakukan lockdown. Di mana aktivitas masyarakat betul-betul diawasi.
Ia menilai perlambatan ekonomi tetap tak bisa dihindari, sebagai dampak dari adanya kebijakan pengetatan apa pun yang diambil pemerintah. “Saya kira diskusi mengenai lockdown kembali pada kebijakan ini akan berdampak pada ekonomi yang lebih buruk dibandingkan kebijakan PSBB atau PPKM mikro. Namun, jika kasus justru terus meningkat, ujungnya juga sama ekonomi akan mengalami perlambatan. Padahal menurut epidemiolog kebijakan lockdown lah yang lebih cocok dalam memutus mata rantai dari penyebaran kasus Covid-19,” ujar Yusuf saat dihubungi Kontan.co.id.
Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat akan berdampak pada daya beli masyarakat dengan daya beli yang tertekan. Kemampuan konsumsi masyarakat juga ikut berkurang. Akan tetapi Yusuf mengatakan, jika melihat kondisi saat ini pemerintah harus fokus untuk menangkal dampak yang lebih hebat dari Covid-19. Meminjam istilah “rem dan gas” pemerintah, “Sudah saatnya pemerintah menarik rem darurat, agar penanganan pandemi bisa lebih optimal. Kebijakan pendukung seperti bansos yang lebih besar sudah harus dipersiapkan mulai dari saat ini,” tandasnya. (kpc/ktn)
Selengkapnya baca Tribun Jogja edisi Rabu 30 Juni 2021 halaman 01.