Ajakan Selamatkan KPK dari Cengkeraman Oligarki Lewat Pesan Tulisan Laser di Gedung Merah Putih
Ajakan Selamatkan KPK dari Cengkeraman Oligarki Lewat Pesan Tulisan Laser di Gedung Merah Putih
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ada pemandangan berbeda di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (28/6/2021) petang.
Di dinding gedung bertingkat tersebut, muncul sejumlah tulisan yang isinya menyindir soal polemik pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Setidaknya ada tiga tulisan yang berasal dari tembakan laser warna merah dan hijau tersebut.
Ketiga tulisan terserbut di antaranya "Berani Jujur Pecat!, Mosi Tidak Percaya, Rakyat Sudah Mual.
Tulisan sindirian tersebut merupakan bentuk perjuangan dari sejumlah elemen terkait dengan puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK.
Lewat tulisan ini sejumlah elemen masyarakat ingin menyuarakan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang saat ini dinonaktifkan.
Ke-51 pegawai KPK tersebut akan resmi diberhentikan menjadi pegawai KPK mulai 1 November mendatang setelah dinyatakan tidak lulus TWK.
Sebelumnya, ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK, namun setelah pimpinan KPK dan sejumlah instansi melakukan pertemuan, ada 24 pegawai yang dinyatakan masih bisa dilakukan pembinaan.
"Sejumlah pesan terproyeksi di gedung KPK malam ini, menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga antikorupsi ini dari cengkeraman oligarki," kata Juru bicara #BersihkanIndonesia dari Greenpeace Indonesia, Asep Komaruddin seperti yang dikutip Tribunjogja.com dari Tribunnews.com, Senin (28/6/2021).
Asep mengingatkan, polemik TWK ini telah mencuat sejak 51 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan dan penyidik-penyidik terbaik KPK lainnya dinonaktifkan.
Baca juga: Soal Dugaan Pelanggaran HAM Dalam TWK Pegawai KPK, Komnas HAM Periksa Kepala BKN Hari Ini
Baca juga: Putri Gus Dur Minta Presiden Jokowi Batalkan Keputusan Pemberhentian 51 Pegawai KPK
Diduga kuat, imbuhnya, tes yang kontroversial tersebut adalah usulan dari Ketua KPK saat ini, Firli Bahuri.
"Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai, tes yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN ini, cacat prosedur," katanya.
Terlebih, menurutnya, pengadaan TWK terkesan terburu-buru, beberapa pertanyaan yang terdapat dalam tes juga sama sekali tidak berkaitan dengan pemberantasan korupsi.
Bahkan, dikatakan Asep, muncul asumsi bahwa TWK memang sudah dirancang untuk menyingkirkan mereka yang vokal dan berintegritas, serta mereka yang sedang menangani kasus-kasus besar seperti korupsi bansos, e-KTP, dan mengejar buronan Harun Masiku.
"Pelemahan KPK di era pemerintahan Jokowi sudah terlihat jelas sejak Oktober tahun 2019, ketika Revisi UU KPK disahkan," kata dia.