Wisata Yogyakarta
Kembang Arum, Desa Wisata Edukasi, Seni dan Budaya di Sleman
Selain keindahan alam, desa wisata dengan ciri khas bangunan kampung Jawa ini juga dikenal luas sebagai desa wisata edukasi, seni dan budaya
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kesan pertama ketika mengunjungi Desa Wisata Kembang Arum (Dewi Kembar) adalah bersih.
Kebun salak warga berjajar rapi. Pemandangan alamnya indah, sejuk dan asri khas pedesaan. Suasana desa tenang, dengan udaranya yang masih segar, membuat wisatawan merasa betah.
Selain keindahan alam, desa wisata dengan ciri khas bangunan kampung Jawa ini juga dikenal luas sebagai desa wisata edukasi, seni dan budaya.
Secara administratif, letaknya berada di Kalurahan Donokerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketua Desa Wisata Kembang Arum, Hery Kustriyatmo bercerita, ide membuat desa wisata sebenarnya bermula dari tahun 2005 ketika dirinya rutin mengajak anak-anak sekolah melukis bersama di pinggiran sungai Sempor.
Ada 160 sekolah di Yogyakarta, mulai dari play group, TK hingga SD yang belajar melukis kepadanya. Kala itu, lokasi yang sekarang dibangun desa wisata, masih berupa pekarangan.
Saat anak-anak belajar melukis itulah orang tua murid banyak yang antusias dan merasa sangat senang berada di desa.
Bahkan, mereka sering heboh meminta warga desa untuk memberi suguhan makan siang dengan makanan khas desa.
Gayung bersambut. "Ibu-ibu disini juga merasa senang, ada orang kota masuk ke desa ini," kata Hery kepada Tribun Jogja, Sabtu (24/4/2021).
Tahun 2005 itu menjadi titik balik. Geliat perekonomian warga yang awalnya dikenal sebagai desa tertinggal perlahan mulai bangkit.
Berjalannya waktu kemudian dibangun menjadi desa wisata Kembang Arum. Wahana yang ditawarkan adalah belajar melukis hingga outbound. Kemudian, ada juga suguhan makanan tradisional desa.
Namun, seiring geliat pariwisata, gempa tektonik dahsyat tiba-tiba mengguncang Yogyakarta pada tahun 2006.
Kontan saja, destinasi wisata langsung redup. Hery, yang biasa mengajari anak-anak melukis, turun ke lapangan menjadi relawan.
Kondisi ini berlangsung satu tahun, hingga tahun 2007. Setelah lama vakum, atas dorongan sejumlah pihak, desa wisata akhirnya mulai dibangkitkan kembali.
Hiburan dirancang, agar orang-orang tidak berpikiran terus-menerus tentang gempa.