Wawancara Eksklusif

Kapolresta Bicara Gamblang Soal Klitih dan Gangguan Kamtibmas di Kota Yogyakarta

Dalam dunia hukum dan kriminal terdapat teori 'Tidak ada kejahatan yang benar-benar sempurna' atau dalam arti kata lain, pasti ada bukti yang tersisa

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Miftahul Huda
Wawancara eksklusif bersama Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro, Selasa (25/5/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dalam dunia hukum dan kriminal terdapat teori 'Tidak ada kejahatan yang benar-benar sempurna' atau dalam arti kata lain, pasti ada bukti yang tersisa dari tindakan kejahatan yang dilukan oleh seseorang.

Berbicara tentang kriminalitas, tentunya tak bisa dipisahkan dengan aksi gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas)

Dalam persoalan gangguan Kamtibmas ini, reporter Tribun Jogja Miftahul Huda mendapat kesempatan khusus untuk wawancara dengan Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro, di markas Polresta Yogyakarta, Selasa (25/5/2021).

Berikut beberapa petikan wawancara eksklusif yang berhasil dirangkum dan telah tayang dikanal YouTube Tribun Jogja.

Baca juga: Dukuh Ngaglik Sleman Pastikan Hanya Warga dari Dua RT yang Terjangkit Covid-19

Mulai kapan ditunjuk menjadi Kapolresta Yogyakarta?

Sesuai perintah itu kalau gak salah tanggal 3 Agustus 2020. Karena saat itu masih pandemi saya menyelesaikan syarat pindah tugas dari tempat lama selama 14 hari. Sampai di Jogja juga isolasi mandiri, dan resmi bertugas itu 2 September 2020.

Sebelumnya bertugas di mana?

Di Polres Balerang, Polda Kepulauan Riau. Di sana sekitar enam bulan.

Dibandingkan dengan kota sebelumnya, bagaimana pendapat tentang Kota Yogyakarta khususnya terkait potensi gangguan Kamtibmas?

Sebenarnya relatif sama. Hanya di sana eskalasinya lebih tinggi. Dalam arti Jogja sehari tidak ada kejadian atau laporan itu pernah. Di Balerang sehari bisa tiga hingga empat kali laporan masuk. Narkoba di sana 2 Kg sudah biasa, di Jogja sabu gak ada. Mungkin pangsanya beda.

Kota Yogyakarta cenderung lebih heterogen, kesulitan apa yang dihadapi penegak hukum pada saat melakukan pendekatan masyarakat tentang edukasi bahaya gangguan Kamtibmas?

Secara umum banyak orang bilang di Jogja ini banyak orang pintar. Ini merupakan tantangan bagi kami, tapi kami justru lebih senang. Karena rata-rata orang sini melek hukum, dan kalau ada hal tidak pas mereka selalu memberikan kritik. Satu sisi mereka pandai, kami bekerja ada pengawasan ekstra jadinya.

Program pencegahan gangguan Kamtibmas yang sudah diupayakan?

Bhabinkamtibas terkait situasi pandemi PPKM mikro gabung dengan kelurahan, Rt/Rw semua elemen masyarakat. Di situlah kami sampaikan pesan-pesan Kamtibmas kaitanya Covid. Tugu, Malioboro, Keraton setiap hari ada penjagaan dan kegiatan rutin pengamanan, kami share ke masyarakat biar mereka tahu.

Apakah Klitih termasuk gangguan Kamtibmas? Seperti apa pendapat tentang Klitih?

Kalau klitih ini kan fenomena remaja. Dimana remaja pengen wah. Kejadian itu lebih kepada mereka mencari eksistensi. Jaman saya dulu ada geng remaja. Tapi hanya nongkrong saja, gak sampai bawa sajam. Klitih ini sudah mengkhawatirkan di mana remaja ini mencari identitas tapi salah. Kebanggaan ini harus kita alihkan ke hal positif.

Langkah memperkecil Klitih oleh Polresta bagaimana?

Kami rutin adakan diskusi antara jajaran Reskrim dengan pihak sekolah. Dari Dinas perlindungan anak dan perempuan juga, dan keluarga korban maupun pelaku. Pihak sekolah tiap satu bulan sekali disitu kami bagas soal perkembangan muridnya. Karena bagaimana pun mereka bertanggung jawab dengan anak didiknya.

Selain itu tiap jam 12 kami apel, kami sebar di perbatasan. Karena memang pelaku klitih yang asal Yogyakarta jarang. Rata-rata dari Bantul dan Sleman. Waktu apel kami acak dan alhamdulillah beberapa kasus klitih sudah terungkap.

Gerbang awal seorang anak masuk Klitih bagaimana?

Yang saya tahu klitih sekarang ada perekrutnya. Kemudian untuk eksekutor itu dia usia di bawah 17 tahun. Sementara usia di atas 17 tahun yang koordinir. Dia modelnya mereka yang bergabung harus ada keharusan. Misalnya kamu kalau mau gabung harus begini atau begitu. Ada yang harus bisa bawa pulang seragam sekolahnya, ada yang harus bawa kunci sepeda motornya atau Hpnya.

Eksekutor ini akhirnya menjadi sesuatu yang eksklusif. Karena kalau dia berhasil mendapat korban grade dia naik. Semakin korbannya banyak dia semakin disegani.

Anak seperti ini setelah kena proses hukum semakin parah. Kalau di bawah umur Diversi. Gak mau saya. Umurnya 16 tahun tapi kelakuan kriminal tingkat tinggi.

Pola penyerangan klitih seperti apa?

Sekarang geng klitih ini sudah mulai berbaur dengan geng motor Scoopy. Sekarang geng scoopy kan banyak. Begitu dia beraksi ngantem (mukul) mereka lalu gabung atau masuk ke gerombolan geng scoopy. Makanya masyarakat hati-hati.

Yang perlu dilakukan masyarakat jika melihat aksi klitih bagaimana?

Saya harap masyarakat aktif memberikan informasi ke kami. Kalau ada kejadian klitih rekam, lalu kirim ke kami. Infokan ke kami, maka segera kami tangani. Karena banyak dari aksi kejadian klitih terungkap lewat kamera pengintai (CCTV)

Saya ngomong seperti ini pasti para pelaku besok platnya ditutup. Silakan, mentang-mentang usia 15-16 tahun kami diam. Saya gak mau diversi.

Proses penegakan hukum terhadap pelaku klitih di bawah umur bagaimana?

Intinya kalau dalam UU perlindangan anak, mereka (anak) ini adalah korban. Dari UU itu, saya menilai kejahatan klitih adalah kejahatan Extraordinary Crime. Pelakunya anak-anak tetapi kejahatan yang dilakukan seperti orang dewasa.

Mereka seperti orang dewasa. Hanya dalam proses penyidikan hak-hak sebagai anak kami penuhi. Tapi pertanggung jawaban nyawa orang kami tagih. Saya tetap lurus, saya maksimalkan tidak ada diversi bagi pelaku klitih. Tidak ada diversi ditingkat kepolisian. Tapi kalau ditingkat kejaksaan monggo.

Dilema penegak hukum kalau pelaku klitih di bawah umur?

Kadang kami berpikir pelaku masih seusia anak kami. Tapi kalau melihat apa yang dilakukan, ya mau tidak mau proses hukum jalan. Mereka paka senjata tajam kok. Mereka terorganisir.

Titik rawan aksi gangguan Kamtibmas dan Klitih?

Tempat rawan Jogja hampir merata. Kasus pencurian menyebar rata. Mulai Danurejan, Gondokusuman rata-rata ke sana. Cuma untuk kasus tertentu yakni Klitih itu jarang dia bermain di tengah Kota.

Di pinggir semua. Di Gejayan, Umbulharjo, Barat itu di Gamping. Bugisan, Patangpuluhan itu udah kami sekat.

Saya sarankan pelaku Klitih jangan masuk Kota Yogyakarta, habis kalian. Saya sudah sampaikan ketahuan kalian bacok korban ditempat, saya tembak. Saya gak ada urusan dengan mereka.

Baca juga: Atasi TPST Piyungan, DPRD DIY Desak Eksekutif Realisasikan Pengadaan Alat Pengolah Sampah 3R

Upaya perbanyak patroli seperti apa?

Jadi untuk patroli rutin dalam artian ada patroli terbuka dan patroli tertutup. Kalau terbuka petugas polisi pakai mobil dengan rotator menyala. Kalau patroli tertutup reserse dan intel berjalan. Model klitih gak mempan patroli berjalan.

Jadi kami patroli lapis. Terbuka iya dan tertutup juga iya. Terbuka kami siagakan di perbatasan. Kalau patroli tertutup petugas apel udah kami sebar, mereka menyisir sampai ke perbatasan.

Sebenarnya ini rahasia gak bisa saya sampaikan. Berhubung ada pertanyaan saya jawab. Kalau sudah masuk jam patroli 250 anggota keluar. 14 polsek masing-masing empat anggota. Patroli tertutup ada 240 orang. Kami maksimalkan.

Rata-rata motif berbuat klitih karena apa?

Saya pengen dianggap hebat oleh teman-teman saya. Itu yang selalu keluar dari mereka yang sudah tertangkap polisi. Mereka ingin dianggap wah.

Hal positif di Yogyakarta yang tidak mungkin anda temui di kota lainnya selama mengabdi menjadi penegak hukum apa?

Masyarakatnya kreatif, kritis, tapi mudah diajak komunikasi, dan sopan santunnya tinggi.

Wawancara eksklusif yang ditulis hanya berupa rangkuman dari video streaming Tribun Jogja 

Terkait pembahasan lengkap gangguan Kamtibmas (Klitih) dapat mengunjungi video live streaming di Tribun Jogja Official. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved