Pameran Tunggal Ummi Shabrina 'Anomaly in Matrimony', Ketegangan di Balik Parade Sakral

Seniman muda kelahiran Amuntai, Kalimantan Selatan yang kemudian meneruskan studi artistiknya di Yogyakarta, Ummi Shabrina, memamerkan karyanya

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Hanif Suryo
Pameran Tunggal Ummi Shabrina 'Anomaly in Matrimony' di Galeri Kohesi Initiatives, Tirtodipuran Link, Jalan Tirtodipuran No.50, Yogyakarta, 1 Mei-6 Juni 2021. 

TRIBUNJOGJA.COM - Seniman muda kelahiran Amuntai, Kalimantan Selatan yang kemudian meneruskan studi artistiknya di Yogyakarta, Ummi Shabrina, memamerkan karyanya dalam pameran tunggal bertajuk 'Anomaly in Matrimony' di Galeri Kohesi Initiatives, Tirtodipuran Link, Jalan Tirtodipuran No.50, Yogyakarta, 1 Mei-6 Juni 2021.

Melalui karya-karyanya, Ummi Shabrina ingin menunjukkan perasaan-perasaan anomali yang ia alami saat memasuki dunia pernikahan, yakni yang tidak biasa dan belum pernah dialami sebelumnya.

Perasaan tersebut sangat campur aduk, meliputi perasaan takut, khawatir, cemas, namun dalam waktu bersamaan juga sangat bersemangat dan berani dalam memperjuangkan sakral dan bahagianya pernikahan.

Pada pameran kali ini, Ummi seolah menyatakan suatu kemeriahan sebuah parade, sekaligus menantang kita untuk senantiasa bertanya, “Apa yang sejatinya kita impikan dari sebuah parade dan pesta-pesta yang kita rayakan?”

Baca juga: Pakar Statistika UGM Ungkap Efektivitas Penanganan Hingga Prediksi Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir

"Pernikahan selalu nampak membahagiakan, namun setiap pasangan selalu memiliki pergumulan berbeda. Setelah gemerlap lampu-lampu pesta dimatikan, yang tinggal bukanlah keluarga dan handai taulan, melainkan dua insan dengan samudera lebih luas yang harus diarunginya. Tanpa manual dan tanpa arahan, perihal pernikahan sendiri, sepertinya tak ada satupun dari kita yang profesional," kata Ummi Shabrina.

Pada pameran kali ini, Ummi secara jeli menangkap dan berkontemplasi terhadap pergumulan dan ketegangan seputar kehidupan pernikahan. Kontemplasinya juga mendorongnya untuk mengajukan ide-ide baru dari kacamatanya mengenai bagaimana pernikahan yang bahagia itu.

Sementara itu kurator pameran 'Anomaly in Matrimony', Lily Elserisa mengatakan, tegangan pertarna yang diekspresikan Ummi ke dalam karya-karyanya adalah perihal pernikahan yang dipandang secara materil dalam masyarakat dan surutnya privasi di ranah publik.

"Media telah banyak membahas mengenai pernikahan, mulai dari pernikahan masyarakat biasa hingga kalangan selebriti. Pembahasan tersebut sangat beragam, dari pesta perayaan, kehidupan, hingga alasan kegagalannya. Tanpa kita sadari, kita banyak mengkonsumsi pesta pernikahan, kehidupan rumah tangga, dan konflik domestik orang lain," ujar Lily.

"Pernikahan yang dahulu dianggap sebagai sesuatu yang sakral kini memang hanya tontonan layaknya sebuah parade bagi khalayak. PernIkahan telah mengalami komodifikasi gegap gempita semata. Pernikahan bukan lagi urusan ranjang dua insan, melainkan telah menjadi konsumsi tetangganya, kawanannya, keluarganya bahkan yang bukan siapa-siapanya," tambahnya.

Pernikahan adalah komitmen dalam sebuah lembaga paling kecil di masyarakat. Setelah gegap gempita pesta pernikahan atau romantika bulan madu, pernikahan berisi peran dan tanggung jawab sosial serta upaya membangun modal sosial. Itulah tegangan kedua yang termuat dalam lukisan-lukisan Ummi.

Misal riuh dalam karya berjudul "Dance in the Living Room" dan "Good Neighbour", yang merupakan representasi terhadap berbagai tanggung jawab sosial yang harus dihadapi sepasang manusia yang telah menikah. Pernikahan bukanlah tentang menyatukan dua kepala saja, namun juga dua keluarga menjadi satu.

"Artinya, budaya dan latar belakang yang berbeda akan menjadi tantangan yang harus dihadapi terus menerus. Budaya keluarga berbeda akan melahirkan tuntutan berbeda dan ekspektasi yang berbeda pula dalam keluarga. Ekspektasi tersebut yang menuntut pengejaran dari kedua belah pihak,"

Ummi mengerjakan karyanya di tengah upaya-upaya pemenuhan ekspektasi tersebut. la berkarya dalam posisi sebagai perempuan yang secara fisik berjuang secara mandiri sebab kondisi mengharuskan la dan suaminya menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Ummi memasukkan segala emosinya dalam "Dance in the Living Room".

"Saya melihat ada beberapa panel yang dipisahkan oleh garis pada lukisan ini. Keputusan artistiknya ini mengingatkan saya pada karya Henri Matisse yang membentuk ruang-ruang dalam lukisan fenomenalnya, "Harmony in Red". Ummi membagi dan menciptakan ruang dalam panel-panel, hal inilah yang membedakan keduanya,"

Uniknya penciptaan ruang pada media dua dimensi ini menawarkan cara pembacaan berbeda. Pada panel bagian atas, Ummi dengan berani menawarkan sebuah mimpi akan hari depan yang indah tentang keluarganya nanti meskipun pada panel bawah tergambar sebuah situasi yang pelik penuh ekspektasi dari keluarga besarnya saat ini.

Pembagian panel pada karya ini memungkinkan kita menemukan posisi seniman dan emosi yang diekspresikannya Pada akhirnya, mungkin akan lahir ruang refleksi terhadap realitas yang kita hadapi.

Keunikan Visual
Referensi-referensi dari seniman fauvis masa kini seperti Nicolas Party dan Diela Maharani juga sangat mempengaruhi Ummi menyusun bentuk dan warna namun dalam visual berbeda.

Menurut Lily, Ummi justru menemukan keunikan visualnya sendiri dengan tawaran bentuk yang lebih sederhana dan warna panas dingin yang harmonis. Warna-warna fauvis dengan nuansa pop-patternal yang dekoratif dikerjakan Ummi dengan teknik yang sudah bertahun-tahun dikuasainya dengan material cat acrylic pada media kanvas, yakni teknik opaque.

Baca juga: KRONOLOGI Lengkap Dua Motor Tabrakan dan Terbakar di Jalan Tamansiswa, Korban Luka Ringan

Teknik ini merupakan teknik blok yang menutup suatu bidang gambar dengan cat secara merata dan tebal dan tidak transparan. Upaya-upaya artistik untuk menyusun bentuk dan warna dasar berulang-ulang di berbagai komposisi dengan teknik tersebut membuatnya dapat mencapai keseimbangan dan ritme dalam lukisannya.

Meskipun Ummi tidak banyak mengekspresikan keresahannya atau emosinya secara nyata, namun mengejar keseimbangan pola, keteraturan ritme, dan detail-detail yang terkandung pada bentuk
memberikan suatu kepuasan dalam kegiatan berkaryanya.

"Saat merasa bentuk dan pola yang terwujud sudah seimbang dan menyenangkan secara visual, maka Ummi akan cenderung merasa telah puas, jujur, dan selesai dengan perasaan resahnya. Langkah formalis ini merupakan langkah yang ditempuhnya untuk mencapai suatu ekspresi yang teratur dan terkendali sebagai seorang seniman," pungkasnya.

Pameran ini dibuka untuk umum, dengan biaya tiket masuk Rp 5000/ pengunjung. Sebelum mengunjungi pameran, dapat lebih dulu melakukan reservasi melalui akun instagram @kohesi.initiatives atau ke www.kohesiinitiatives.com. Pameran ini berlangsung dengan protokol kesehatan Covid-19 demi keamanan pengunjung dan semua pihak yang terlibat. (Han)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved