Superball

Legenda PSS Sleman dan PSIM Yogyakarta, Fajar Listiyantoro Kenang Momen Bersama Seto Nurdiyantoro

Fajar Listiyantoro lebih dikenal sebagai legenda sepak bola PSS Sleman lantaran sempat membela selama 5 tahun.

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Fajar Listiyantoro 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sorak sorai penonton terus menggema di Stadion Mandala Krida, Rabu tanggal 18 Januari 2006 itu.

Kala itu PSIM Yogyakarta yang bermain di rumah sendiri sedang tertinggal 0-2 dari seterunya PSIS Semarang.

Dua gol PSIS Semarang itu dicatatkan oleh Ortiz dan Emanuel De Porras pada waktu yang berdekatan.

Sementara itu, Fajar Listiyantoro yang berseragam PSIM Yogyakarta merasa perlu melakukan sesuatu agar timnya dapat mengejar ketertinggalan.

Kesempatan itu pun datang menjelang akhir pertandingan, Fajar yang berposisi sebagai gelandang sayap bergegas mengambil bola yang keluar di lapangan sisi kanan.

Baca juga: Kim Jeffrey Kurniawan Ingin Momen Ulang Tahun PSS Sleman Dijadikan Persiapan Liga 1 2021

Dadanya berdegup kencang sembari mengambil nafas panjang.

Bola sudah ia ambil oleh tanganya dan diposisikan di atas kepala, bersiap untuk melakukan lemparan ke dalam.

Tak lagi berpikir panjang, bola dilemparkan langsung ke arah gawang PSIS Semarang yang dijaga I Komang Putra.

Rekannya, Jaime Sandoval yang berada tepat di depan gawang mencoba menyundul, namun bola malah memantul ke arah kakak dari Fajar, Seto Nurdiyantoro yang berdiri bebas.

Gol! Bola pun berhasil dimasukan oleh Seto dengan tendangan salto. Kedudukan pun berubah menjadi 1-2, namun gol yang diciptakan dari kerjasama dua bersaudara itu tidak mampu membuat PSIM Yogyakarta keluar dari kekalahan.

Hingga saat ini Ingatan itu masih terngiang di kepala Fajar.

Kenangan yang tak bisa ia lupakan, hingga detail bagaimana ia melihat sang kakak membakar semagat pemain lain untuk bergegas kembali untuk mengejar ketertinggalan satu angka lagi.

"Kalau main sama saudara sendiri, apalagi saudara kandung, pasti ada keinginan untuk satu sama lain mengusahakan agar saling membantu. Saya bangga bisa kasih asis buat kakak saya," katanya ketika berbincang dengan Tribunjogja.com, Kamis (20/5/2021).

Tidak banyak pemain yang memiliki kemampuan lemparan jauh seperti Fajar Listiyantoro.

Ia bercerita jika kemampuan tersebut diajarkan oleh kakak keduanya.

Pasalnya ia tertarik melihat lemparan yang bisa langsung mengarah ke depan gawang lawan, kiranya akan sangat berguna dalam sebuah pertandingan.

"Waktu itu diajari sama Mas Aris kakak saya yang kedua, mulai dari teknik sama latihannya. Jadi saya diminta dia untuk menguatkan otot perut, lengan dan bahu, itu jadi modal penting," ujarnya.

Selain soal lemparan ke dalam yang berbuah asis bagi kakaknya, Fajar punya kenangan buruk ketika masih bermain di usia belia.

Tangannya harus mengalami patah tulang setelah melakukan duel udara di pertandingan Popwil tahun 1998.

"Kejadian itu saya dengar juga dari teman saya, kalau pas patah tulangnya itu kedengaran sampai tribun," kata Fajar sambil mengingat momen itu.

Baca juga: Bek Sayap PSS Sleman, Derry Rachman Isi Waktu Libur dengan Memancing

Pensiun Setelah 13 Tahun

Fajar Listiyantoro agaknya lebih dikenal sebagai legenda sepak bola PSS Sleman.

Karena ia berseragam tim berjuluk Super Elang Jawa selama lima tahun, dan hanya sekitar dua tahun berseragam Laskar Mataram.

Selain itu, sisanya ia beredar di beberapa tim di luar DIY.

Pria asli Kalasan itu mengawali karirnya sebagai pesepakbola profesional di PSS Sleman ketika naik kasta ke Divisi Utama pada tahun 1999/2000, dan mengakhiri karirnya di PSS Sleman pada 13 tahun sesudahnya.

Saat ini Ia mengaku masih punya keinginan untuk berkontribusi dalam mengembangkan sepak bola di DIY.

Rencananya Fajar ingin membuka sebuah akademi sepak bola.

Langkah tersebut akan dilakukannya setelah bisnis kembali stabil karena pandemi COVID-19.

Beberapa bisnis yang dirintis Fajar adalah travel, penyewaan mobil dan kuliner.

"Kalau sudah stabil bisnisnya, saya inginnya tetap di sepak bola, rencananya pengen buat akademi," katanya.

Selanjutnya, anak ke-10 dari 11 orang bersaudara ini menuturkan kalau ide berwirausaha ini memang sudah ada di benaknya sejak lama.

Setelah gantung sepatu, Fajar tancap gas membuka usaha sewa mobil lalu berkembang menjadi travel.

Wirausaha yang dijalankan Fajar tak lepas dari inspirasi orang tuanya yang juga berwirausaha.

Di rumahnya dulu, ia sering memperhatikan orang tuanya berjualan sembako.

Baca juga: Pemain PSS Sleman, Dendi Agustan Isi Libur Lebaran Sambil Kelarkan Urusan Kuliah

Inspirasi dari Sang Kakak

Hampir semua saudara dari Fajar adalah pemain bola, hal itu diakui karena sejak dulu orang tuanya memang mengarahkan semua anaknya untuk bermain sepak bola.

"Alasan bapak sebetulnya sederhana, beliau cuma pengen anak-anaknya kalau main tidak aneh-aneh, kan daripada sore-sore kemana tidak jelas, mending main bareng di lapangan," ujarnya.

Ketertarikan Fajar terhadap sepak bola ternyata sudah muncul ketika dirinya masih berada di bangku Taman Kanak-Kanak, ia kerap diajak kakak-kakaknya bermain sepak bola.

Lapangan pertama yang menjadi tempat berlatihnya adalah Lapangan Raden Ronggo, Kalasan.

Setiap sore ia ikut bermain dan memperhatikan kakak-kakaknya berlatih.

"Saya juga jadi ikut tertarik gara-gara kakak saya waktu itu," katanya.

Namun kini keinginannya menjadi pelatih, ia menampik karena pengaruh dari kakaknya, Seto dan Yohannes.

Pemikiran itu terlintas karena alasan kuatnya ingin tetap menjalankan kecintaanya bermain sepak bola.

Apalagi, hidupnya pernah ditopang oleh sepak bola semasa dirinya masih berkiprah selama 13 tahun.

Ia juga ingin membuktikan kepada anak-anak masa kini bahwa olahraga atau sepak bola dapat menjadi sebuah pekerjaan yang menghasilkan.

"Jadi pemain sepak bola itu bukan cuma sekadar mimpi, bisa diwujudkan dan menjadi sumber penghidupan," tutupnya.( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved