Mutiara Ramadan Kerja Sama LDNU DIY
Moderasi Beragama Sebagai Karakter Dasar Islam
Bersikap toleran (tasamuh) terhadap perbedaan agama yang ada. Kedua, adil dan seimbang dalam melihat persoalan.

Prof. Dr. H.Abdul Mustaqim, MAg, Pengasuh PP Lingkar Studi Quran (LSQ) Ar-Rohmah Yogyakarta
TRIBUNJOGJA.COM - Karakter dasar Islam adalah wasathiyah (moderasi). Secara bahasa, berarti sikap yang tengah-tengah, tidak terlalu ekstrem ke kanan atau ke kiri, serta tidak berlebih-lebihan (al-ghuluww) dalam menerapkan ajaran agama. Dalam konteks ke-Indoneisa-an, setidaknya moderasi beragama bercirikan sebagai berikut:
Pertama, bersikap toleran (tasamuh) terhadap perbedaan agama yang ada. Kedua, adil dan seimbang dalam melihat persoalan. Ketiga, anti kekerasan, termasuk tidak suka melakukan kekerasan atas nama agama. Keempat, memiliki komitmen kebangsaan, sebagai warga negara Indonesia, dan; Kelima, menghargai tradisi atau budaya yang secara substansial tidak bertentangan dengan nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa.
Sikap moderasi (wasathiyah) adalah sikap yang ideal dan terbaik, khususnya dalam konteks kehidupan beragama, baik kita sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial. Sikap moderasi mengantarkan seseorang dapat lebih fleksibel dalam mengatasi konflik-konflik batin yang ada dalam dirinya sendiri, dan memudahkan seseorang dalam berinteraksi dengan the others (komunitas umat beragama yang berbeda).
Segala bentuk sikap yang ekstrem dapat dinilai sebagai keluar dari karakter dasar Islam, yakni wasathiyah atau moderat. Itu sebabnya, Alquran mengkritik sikap ekstrem terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). “Wahai Ahli Kitab janganlah kalian bersikap ghuluw (ekstrem) dalam agama kalian...”(QS.al-Nisâ’ [4]:171).
Alquran juga menyatakan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan, (QS. al-Baqarah [2]:143), yakni umat yang memiliki sikap moderat, umat terbaik, sehingga ajarannya akan menjadi teladan bagi banyak orang.
Pentingnya sikap wasathiyah (moderasi) ditegaskan Al-Qur’an, yaitu litakunu syuhada ala al-nas wa yakuna al-rasul alaikum syahida... (QS.al-Baqarah [2]:143). Yaitu, agar kalian umat Islam dapat menjadi saksi buat orang lain, bahwa kalian itu adalah sebaik-baik baik umat (khaira ummah) dan Rasulullah saw. kelak juga akan menjadi saksi buat kalian, bahwa kalian benar-benar committed dengan sikap moderasi tersebut.
Hal itu karena sikap moderasi adalah sikap yang ideal (al-mauqif al-mitsali), sikap tengah-tengah antara ekstrem kanan dan ekstrem kiri, sikap yang meniscayakan elastisitas (al-murunah), tidak terlalu keras, tetapi juga tidak terlalu lembek.
Bukankah sesuatu yang elastis justru lebih bisa bertahan dan tidak mudah patah? Sikap lentur dan tidak kaku inilah yang menyebabkan Islam dapat bertahan dan selalu cocok (compatible) sepanjang zaman (shalih likulli zaman wa makan). Islam selalu dapat menerima perubahan dan perkembangan zaman, sebab perubahan dan perkembangan bagian dari keniscayaan sejarah dan sunah kehidupan.
Pendek kata, sejauh sejalan dengan prinsip dasar nilai tauhid (ilahiyah), nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah) dan nilai kemaslahatan jauh dari mafsadah (maqashidiyah), maka perubahan itu dapat diterima Islam. (*)