Mutiara Ramadan Kerja Sama LDNU DIY
Kesalehan Individu dan Sosial
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari melalukan sesuatu, baik perkataan maupun perbuatan.
Oleh: M Ikhsanudin MSI, Ketua Lembaga Dakwah PWNU DIY, Dekan Fak. Ushuluddin IIQ An Nur Yogya
TRIBUNJOGJA.COM - Berdasarkan hisab ilmu falaq dan hasil rukyat yang dilaksanakan Senin, 12 April 2021 M, Ramadan 1442 H dimulai pada hari Selasa, 13 April 2021 M. Kaum Muslim di seluruh dunia menyambut Ramadan dengan gembira dan suka cita.
Walaupun kita sedang mengalami pandemi dunia Covid-19, semangat untuk meningkatkan amal ibadah dan amal saleh harus meningkat seperti salat sunah tarawih, tadarusan Alquran, berbagi buka puasa, dan menghidupkan majlis-majlis ilmu.
Hanya saja, ada tata cara yang berbeda pada Ramadan 1442 H ini, ibadah yang dilaksanakan harus tetap menjaga protokol kesehatan seperti menjaga jarak fisik, memakai masker, mengecek suhu dan mencuci tangan.
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari melalukan sesuatu, baik perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan secara terminologi, puasa berarti menahan dari makan, minum, hubungan suami istri, dan segala yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari (Magrib). Kewajiban berpuasa bagi Kaum Muslim dimulai pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyyah, seiring perintah Allah dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 183:“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Dari ayat dia atas, tampak bahwa muara akhir dari ibadah puasa Ramadan untuk mencapai ketakwaan yang hakiki. Demikian ini sebagaimana diuraikan dalam tafsir Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Kementrian Agama bahwa hikmah berpuasa adalah untuk mempertinggi budi pekerti; menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lainnya.
Menurut para ulama,ketakwaan yang hakiki memiliki dua dimensi, yaitu kesalehan individu dan kesalahan sosial.Secara individu,puasa melatih kita mengendalikan hawa nafsu agar kembali kepada fitrah kemanusian. Selama Ramadan kita ditempa untuk menahan diri dari segala hal yang membatal puasa maupun yang membatalkan pahala puasa, serta berlomba-lomba dalam menebar kebajikan.
Selama puasa kita menahan diri untuk tidak ghibah, adu domba, berkata kotor, bermaksiat, berkelahi dan lainnya, karena khawatir pahala puasa kita hilang. Nabi bersabda,“Banyak sekali orang yang berpuasa, tetapi dari puasanya ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga”. Sabda Nabi ini menunjukkan bahwapuasa tidak hanya fisik menahan dari tidak makan, minum, dan lainnya, tetapi puasa juga harus menahan anggota badan dari berbuat salah dan maksiat.
Di sisi lain, puasa tidak hanya dipahami sebagai ibadah individual, tetapi puasa juga harus berdampak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.Aspek ibadah sosial dari puasa sangat terasa dari beberapa perspektif: Pertama, orang puasa dilarang makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa secara fisik ini melatih kita untuk mempu mengendalikan nafsu syahwat perut dan seksualitas. Di sini kita dilatih untuk makan sekadarnya, tidak berlebihan hingga kekenyangan yang bisa menjadi sebab batalnya pahala puasa. Selain itu, puasa juga melatih kita memiliki rasa empati dan peduli kepada orang fakit dan miskin. Sehingga memunculkan sifat peduli dan sadar akan kepentingan orang lain.
Kedua, bulan Ramadan dikenal juga sebagai syahrul muwassah yaitu bulan untuk banyak berderma dan berbagi kepada orang lain. Didalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika memasuki bulan Ramadan, Nabi Muhammad merupakan orang yang paling banyak berderma. Disinilah kita dilatih untuk menjadi orang yang dermawan, suka memberi, dan tangan selalu diatas, bukan sebaliknya, suka meminta/tangan dibawah, dan dipenuhi dengan sifat kikir, cetil, dan bakhil.
Dalam hal ini, setidaknya ada tiga sedekah yang harus dikembangkan dimasyarakat Muslim, yaitu: 1) sedekah wajib, yakni berzakat, baik membayar zakat fitrah maupun zakat harta; 2) sedekah jariyah, yaitu berwakaf harta yang pahalanya terus mengalir; dan 3) sedekah sunah, yaitu infak kepada keluarga, kerabat, tetangga dan lembaga-lembaga sosial.
Puasa melatih dan mendidik umat untuk bermental pemberi (tangan di atas), bukan peminta-minta. Dengan lapar dan dahaga yang kita rasakan, menjadikan kita mudah mengulurkan tangan bantuan untuk saudara-saudara kita yang kelaparan karena kemiskinan maupun karena bencana yang melanda.
Di satu sisi, orang yang berpuasa yang merasakan lapar dan haus yang akan memunculkan sifat kasih sayang dan lemah lembut kepada sesama manusia. Pada kesempatan ini kita dilatih untuk mengimplementasikan sifat Allah Ar-Rahman Ar-Rahim (Allah Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang) kedalam kehidupan masyarakat. Substansi puasa dari menahan lapar, haus, dan syahwat harus bisa menggugah kesadaran dan perasaan seorang muslim, yang kemudian termanifestasi dalam wujud perilaku berupa empati, simpati, dan sikap dermawan kepada orang yang tidak memiliki ketidakmampuan secara ekonomi.