Tiga Perkara yang Ditolak dan Diterima MK dalam Sidang Permohonan Uji Materi UU KPK
MK memutuskan untuk tidak menerima tiga permohonan uji materi dan uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK
Sedangkan pada pengujian materi ia mempermasalahkan materi muatan Pasal 11 ayat 1 huruf a sepanjang mengenai frasa "dan/atau" dan Pasal 29 huruf e pada UU KPK terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
"Dalam pengujian formil menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dalam pengujian materiil menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar.
MK pun juga memutuskan untuk menolak permohonan uji formil yang diajukan oleh eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif dan Saut Situmorang.
Penyadapan, Penggeledahan, Penyitaan Tak Perlu Izin
Diberitakan sebelumnya bahwa permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dikabulkan untuk sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Awalnya, permohonan uji materil tersebut diajukan oleh sejumlah akademisi.
Mereka yang mengajukan permohonan uji materiil tersebut antara lain Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021), dikutip Tribun Jogja dari kompas.com.
Disebutkan, MK mengabulkan permohonan uji materil terkait Pasal 12B ayat (1) UU KPK mengenai izin tertulis Dewan pengawas KPK dalam proses penyadapan.
Berdasarkan putusan Hakim Konstitusi Aswanto, ia menyebutkan, kewenangan institusi penegak hukum tidak boleh diintervensi serta tidak boleh ada lembaga yang bersifat ekstra yudisial.
Hal itu karena intervensi akan menjadi ancaman bagi independensi penegak hukum dan dapat melemahkan prinsip negara hukum.
Aswanto mengatakan, ketentuan mengenai izin tertulis Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan dapat mengesankan bahwa pimpinan KPK merupakan subordinat.
Oleh sebab itu, MK menyatakan penyadapan tidak lagi memerlukan izin, namun pimpinan KPK hanya perlu memberitahukan informasi kepada Dewan Pengawas.
“Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan Pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas yang mekanismenya akan dipertimbangkan bersama-sama,” kata Aswanto.
Adapun permohonan lainnya yakni mengenai izin terkait penggeledahan dan penyidaan dari Dewan Pengawas. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU KPK.