Cegah Paham Terorisme Berkembang di Ponpes, Kemenag Bantul Lakukan Pengawasan dan Pembinaan
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul meningkatkan pengawasan di pondok pesantren wilayah Bantul.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul meningkatkan pengawasan di pondok pesantren wilayah Bantul.
Tujuannya agar pondok pesantren tidak menyebarkan paham radikalisme dan terorisme.
Kasubbag TU Kantor Kemenag Kabupaten Bantul, Basori Alwi mengakui ada beberapa pondok pesantren di Kabupaten Bantul yang sulit dijangkau oleh Kantor Kemenag Kabupaten Bantul.
Baca juga: 14 Santri di Satu Ponpes Klaten Terkonfirmasi COVID-19, Dinkes Lakukan Pelacakan Kontak Erat
Ia khawatir pondok pesantren tersebut justru menjadi pintu masuk paham radikalisme bahkan terorisme.
"Kalau jumlah pondok pesantren di Bantul ada ratusan, ya ada beberapa yang sulit kami masuki. Karena ada majelis yang umum dan khusus. Jadi pondok pesantren itu agak eksklusif," katanya, Selasa (06/04/2021).
"Pondok pesantren yang eksklusif ini menjadi salah satu yang harus diwaspadai. Bisa jadi disalahgunakan. Karena kemarin ada di suatu daerah yang memanfaatkan yayasan untuk mendanai kegiatan terorisme," sambungnya.
Meski demikian, pihaknya tetap berusaha menjalin komunikasi dengan seluruh pondok pesantren.
Termasuk pondok pesantren yang sulit diajak komunikasi.
Menurut dia, dengan menjalin komunikasi yang baik, ia yakin pondok pesantren tersebut akan berubah.
"Dulu ada salah satu pondok pesantren di Bantul yang tidak mau hormat pada bendera merah putih. Kami terus lakukan pendekatan, pembinaan. Setelah 8 tahun akhirnya sekarang mau hormat Bendera Merah Putih. Memang butuh waktu yang lama, tetapi harus terus dilakukan," bebernya.
Baca juga: Dapat Banyak Kritikan, Kapolri Batalkan Telegram soal Larangan Media Tayangkan Kekerasan Polisi
Selain melakukan pengawasan dan pembinaan di pondok pesantren, pihaknya juga akan mengintensifkan sosialisasi pada masyarakat.
Ada penyuluh di masing-masing Kapanewon yang bisa terjun ke masyarakat.
Ia menilai tindakan terorisme berawal dari kurangnya pemahaman seseorang terkait suatu agama. Orang tersebut tidak memiliki guru yang benar dan hanya memahami secara parsial.
Hal itulah yang menyebabkan orang mencari informasi sendiri tanpa pendamping yang benar.
"Makanya perlu kita sosialisasikan terkait moderasi agama. Sehingga tidak ekstrim kanan atau ekstrim kiri. Jadi ada di tengah-tengah," ujarnya. (maw)