Pasca Tragedi Dam Bromonilan Sleman, Pengelola Akan Tutup Sementara Akses ke Bendungan

Pasca insiden meninggalnya seorang santri asal Pondok Pesantren Al-Firdaus, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pengelola dipastikan

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Tim SAR melakukan pencarian jasad Latief Ramadhan (13), santri asal Kartasura yang meninggal tersedot arus bawah di Dam Bromonilan Sleman, Senin (29/3/2021) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pasca insiden meninggalnya seorang santri asal Pondok Pesantren Al-Firdaus, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pengelola dipastikan akan menutup akses sementara ke Dam Bromonilan, Kalasan, Purwomartani.

“Sementara, kami menutup akses ke dom dulu, baik untuk tamu maupun penduduk setempat,” ungkap Ismanto, Ketua RT 08 RW 03 Bromonilan, Kalasan, Purwomartani kepada Tribun Jogja, Senin (29/3/2021).

Dia mengatakan, selain menutup akses, pihaknya juga akan melapor ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak terkait insiden kematian santri tersebut.

Baca juga: Penuturan Ustad Ponpes dari Santri Asal Kartasura yang Meninggal di Dam Bromonilan Sleman

Bagi warga yang hendak berenang di dam, mereka hanya diperbolehkan untuk melakukan aktivitas di area selatan.

Hal ini lantaran kedalaman dam di bagian selatan hanya setinggi perut orang dewasa.

“Warga yang biasanya berenang di dam, sekarang hanya boleh beraktivitas di daerah selatan. Tidak boleh ke utara karena kedalamannya mencapai 3 meter. Kami tidak mau ada korban selanjutnya,” paparnya lagi.

Ia tidak tahu sampai kapan bendungan akan ditutup.

Dam Bromonilan yang terletak di Kalasan, Purwomartani ini memang terletak di Desa Wisata Bromonilan (Dewa Bromo).

Restoran Joglo Pari Sewu merupakan bagian dari desa wisata tersebut. Sehingga, akses menuju dam bisa dilalui oleh tamu restoran maupun masyarakat setempat.

Disinggung tentang protokol keamanan di desa wisata, Ismanto menjelaskan pihaknya sudah memiliki regulasi tersendiri agar tamu tetap merasa aman.

“Kronologinya begini. Rombongan dari ponpes itu reservasi jam 11.30 dan akan renang jam 16.00, tapi pas sampai di sini, mereka masuk lewat belakang, bukan depan,” jelasnya.

Menurut Ismanto, di pintu depan sudah disiapkan protokol kesehatan, seperti cek suhu setiap pengunjung dan cuci tangan.

“Mereka sampai lewat belakang juga langsung berenang dan tidak ada konfirmasi. Kami pasti akan mengawasi jika ada konfirmasi terlebih dahulu, karena dam itu kan bisa digunakan siapa saja,” kata Ismanto.

Biasanya, pihak pengelola akan memberitahu tentang rambu-rambu dan menyiapkan pemantauan terkait renang di dam.

Apalagi jika tamu yang datang dalam jumlah banyak.

Baca juga: Travel Coridor Arrangement Menjadi Target untuk Pulihkan Industri Pariwisata di DI Yogyakarta

Namun, ketika mereka hendak memberi tahu tentang peraturan yang ada, anak-anak sudah kadung berenang, sekitar pukul 11.45 WIB.

“Kami turun, sudah kejadian. Anak yang tenggelam itu adalah yang pertama turun ke dam. Mereka taruh tas di mushola, turun dan berenang. Jadi tidak ada yang tahu medannya bagaimana karena belum ada yang kasih tahu,” ucap Ismanto.

Dikatakannya, dam tersebut tidak berbahaya. Hanya saja, akan lebih bijak jika anak-anak tidak lantas berenang tanpa mengetahui area sekitar dam dan pengarahan dari pihak pengelola.

Sebab, selama ini, banyak anak dari warga setempat yang sering bermain di situ dan loncat dari ketinggian tertentu dan tidak ada insiden.

“Outbound langsung dihentikan dan mereka pulang ke Kartasura. Mereka juga awalnya datang tidak berbarengan. Anak-anaknya dulu yang datang naik bis kecil, baru pemandunya,” tandas Ismanto yang juga pengelola Desa Wisata Dewa Bromo. (ard)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved