Bank Jogja Tersandung Kasus Dugaan Kredit Fiktif Rp 27,4 Miliar ke Transvision , Begini Rinciannya

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta telah menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi di PD BPR Bank Jogja ke tahap penyidikan

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Kurniatul Hidayah
dok.istimewa
ilustrasi penipuan 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta telah menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi di PD BPR Bank Jogja ke tahap penyidikan sejak Jumat (19/3/2021)

Peningkatan status itu dilakukan setelah penyidik kejati menemukan bukti permulaan atas dugaan penyimpangan pemberian kredit sebesar Rp 27,4 miliar.

Sebelumnya pihak Kejati DIY telah melakukan penyelidikan yang cukup panjang hingga mendapatkan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada tindak kriminal berupa pemalsuan dokumen atau pemberian kredit fiktif oleh BPR Bank Jogja terhadap PT Indonusa Telemedia atau Transvision.

“Beberapa saksi sudah kami dalami dan kini naik status menjadi penyidikan," kata Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati DIY Mohammad Fatin saat dihubungi Tribun Jogja, Jumat (19/3/2021).

Baca juga: Disdikpora DIY Siapkan Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemi, Tak Ada Istirahat, KBM Hanya 3 Jam

Ia menjelaskan, dari penyelidikan yang dilakukan, tim jaksa menemukan sejumlah kejanggalan dan diindikasi kuat adanya dugaan pemalsuan dokumen pada kredit yang dikucurkan Bank Jogja kepada PT Indonusa Telemedia (Transvision).

Pemberian fasilitas kredit tersebut, lanjut Fatin tertuang dalam perjanjian kerja sama nomor 841/11 dan nomor 001/015/Transvision/VIII/2019 tanggal 15 Agustus 2019.

Kerja sama itu pun ditandatangani Klau Victor Apryanto selaku Branch Manager PT Indonusa Telemedia (Transvision) dengan alamat di Jalan DI Panjaitan No 15 Mantrijeron, Yogyakarta, sedangkan daei pihak Bank Jogja diwakili Direktur Utama Kosim Junaedi.

Fatin menambahkan, saat ini sudah ada 40 saksi yang telah diperiksa oleh penyidik Kejati DIY.

Namun demikian, dirinya belum memastikan nama-nama saksi yang telah diperiksa baik itu dari perwakilan Bank Jogja maupun dari pihak Transvision.

Disinggung proses penyidikan terhadap penanggung jawab dari kedua pihak dalam hal ini direktur utama Bank Jogja dan Branch Manager dari PT Transivision, Fatin masih enggan membeberkan.

"Belum bisa kami simpulkan apa pun, termasuk kedua penanggung jawab itu apakah diperiksa lebih lanjut, perlu kami tanyakan ke Pidsus dulu," jelas Fatin.

Ia menambahkan, saat ini penyidik dari Kejati tengah bergerak untuk memperdalam kasus dugaan kasus pemalsuan dokumen tersebut.

"Penyidik masih bergerak, kami pun belum tahu kredit itu masuknya ke rekening siapa. Tapi dalam waktu dekat pasti terungkap. Kalau nilai kerugiannya sekitar Rp 27,4 miliar," tegasnya.

Dalam perkara ini, kejati mencari tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 junto UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Pasal tersebut tentang perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan yang merugikan sejumlah pihak.

Menanggapi hal itu, Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba mendukung penuh langkah Kejati DIY yang kini sedang melakukan penyidikan kasus tersebut.

Kamba berharap Kejati DIY segera membongkar dalang di balik kasus pemberian kredit fiktif tersebut.

Ia mempertanyakan fungsi dari dewan pengawas yang seharusnya bertugas mengawasi kinerja Bank Jogja sesuai Perda Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2019 tentang perusahaan umum daerah  bank perkreditan rakyat (BPR) Bank Jogja.

Baca juga: Investasi Rp101 Triliun, Google Buka 10.000 Lowongan Pekerjaan

"Adanya dugaan kasus ini, apakah pengawas Bank Jogja sudah bekerja secara maksimal?" Katanya.

Ia mengingatkan terhadap pihak Kejati agar kasus tersebut tidak menguap tanpa kejelasan.

"Kalau bisa secepatnya, sebelum idul fitri harus sudah berhasil terbongkar," ujar Kamba.

Dirinya juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya melakukan supervisi terhadap pihak Kejati yang saat ini tengah mengusut kasus dugaan pemberian kredit fiktif tersebut.

Selain itu, lanjut Kamba, JCW berkomitmen untuk mengawal kasus tersebut hingha vonis dari pengadilan diturunkan terhadap para tersangka. 

Pemkot Yogya Hormati Proses Hukum

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mempersilahkan Kejaksaan Tinggi DIY, untuk melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan pemberian kredit sebesar Rp 27,4 miliar yang dilakukan Bank Jogja.

Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, mengatakan bahwa pihaknya telah meminta kepada perbankan plat merah itu, supaya menghormati proses hukum yang berlangsung.

"Silakan diproses. Semua saya harapkan, menghormati proses hukum. Artinya, itu kan menjadi bagian akuntabilitas. Jadi, silakan diproses dengan sebaik-baiknya," ungkapnya, Jumat (19/3/2021) malam.

Orang nomor satu di Kota Yogyakarta itu berujar, berdasar pemahamannya dalam sengkarut polemik ini, Bank Jogja tidak sepenuhnya bersalah.

Sebab, kredit yang mereka cairkan tersebut, tidaklah fiktif dan benar-benar ada.

"Setahu saya, Bank Jogja itu kapusan (tertipu). Kredit itu bukan fiktif. Kredit itu ada, cuma, setahu saya, kredit itu diberikan kepada orang yang berniat untuk menipu," terangnya.

"Ya, sudah, sek ngapusi itu berarti pihak ke tiga dong. Lha, itu tidak disaur, wong ngapusi kok. Nah, kira-kira begitu. Ya, sudah diproses saja," tambah Wali Kota.

Ia mengatakan, kejadian tersebut memang tak menimbulkan kerugian pada kas daerah, melainkan sebatas keuangan bank saja.

Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di Bantul Tunggu Instruksi Bupati

Apalagi, Pemkot tidak secara langsung mengelola Bank Jogja, karena kewenangannya berada di bawah direksi.

"Keuangan bank, bukan daerah secara langsung, ya, jangan dikait-kaitkan. Kita kan hanya penempatan saja di sana, tapi kewenangannya di bawah direksi," tandasnya.

Haryadi pun berharap, supaya kejadian semacam ini jangan sampai terulang kembali.

Menurutnya bank daerah harus semakin berhati-hati dalam mencairkan pinjaman, dengan mempertimbangkan segala seluk-beluk nasabahnya.

"Lebih selektif lagi dalam memberikan kredit. Jangan hanya mengejar performa keuangan saja. Kadang-kadang itu kan hanya demi mengejar performa keuangan," ucapnya.

"Dana yang dikucurkan bagus. Tapi, harus dilihat dong, siapa yang meminjam, background-nya bagaimana, begitu," pungkas Haryadi. (TRIBUNJOGJA.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved