Hadapi Era VUCA, BI DIY Optimis Pergerakan Ekonomi Akan Bergeliat
Masa pandemi membuat kondisi perekonomian cenderung mengalami situasi yang tidak menentu atau era VUCA.
Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) optimis pergerakan ekonomi akan bergeliat untuk menghadapi era yang tidak menentu, sangat dinamis, sarat perubahan, kompleks, dan Ambigu atau Volatitity, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA).
Deputi Kepala Perwakilan BI DIY, Miyono, menuturkan masa pandemi membuat kondisi perekonomian cenderung mengalami situasi yang tidak menentu atau era VUCA.
"Sebenarnya era VUCA ini, sudah menjadi isu lama. Namun, semenjak pandemi dengan keadaan yang seperti sekarang membuatnya semakin relevan. Sehingga, semua (masyarakat) harus bisa menghadapinya," jelasnya kepada Tribunjogja.com, pada Selasa (09/03/2021).
Ia menambahkan, dalam menghadapi era VUCA di masa pandemi diperlukan optimalisasi ekonomi.
Untuk memberikan multiplier effect pada sektor lainnya.
"Pastinya, laju pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas agar memberikan efek ke sektor produktif lainnya, khususnya meningkatkan nilai konsumsi,"terangnya.
Ia menambahkan, sejak dilanda pandemi kondisi ekonomi di DIY mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Akibat menurunnya konsumsi masyarakat yang signifikan.
"Ekonomi di DIY ditopang hampir 64 persen dari sektor konsumsi. Selama pandemi, sektor ini terhambat karena sedikitnya permintaan masyarakat yang membuat produktivitas sektor produktif pun terganggangu, alhasil imbasnya pada pergerakan ekonomi," tuturnya.
Masa pandemi membuat masyararakat lebih memilih menabung atau menahan uangnya untuk keperluan yang konsumtif.
Sehingga dengan pola tersebut, perputaran ekonomi mengalami kemunduran karena tidak seimbangnya penawaran dan permintaan.
"Masyarakat masih enggan membelanjakan uangnya. Di bank-bank likuiditas sampai berlebih namun nilai kredit masih kecil sekali. Jadi, dengan begitu posisinya tidak seimbang, karena membuat sektor produktif tidak bisa menghasilkan barang akibat tidak adanya permintaan. Hasilnya pun inflasi menjadi rendah," ujarnya.
Sementara itu, selain meningkatkan nilai konsumsi. Pihaknya pun mendorong untuk meningkatkan investor di DIY.
Peningkatan investor yang dimaksud memiliki jangka waktu yang panjang.
"Adanya investor untuk memulihkan ekonomi penting sekali baik investasi yang datang dari dalam negeri maupun asing. Namun, bukan investasi yang bersifat APBN melainkan investasi jangka panjang yang bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan,"tuturnya.
Apabilah ini bisa berjalan, maka pihaknya optimis era VUCA di masa pandemi bisa teratasi.
Selain itu, dorongan dari faktor pariwisata dan pendidikan cukup diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi.
"Wilayah Yogyakarta sangat identik dengan pariwisata dan pendidikannya. Tentu, ini akan menjadi kontribusi yang besar untuk memperbaiki ekonomi. Dari sisi wisata diharapkan tetap bisa menggaet wisatawan domestik meskipun masih adanya pembatasan. Sedangkan, dari sisi pendidikan rencana dibuka pada Juli mendatang pastinya menjadi angin segar bagi industri di sini,"ujarnya.
Melihat beberapa perkembangan yang terjadi, pihaknya pun optimis langkah-langkah tersebut bisa memberikan efek positif pada pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengadaan vaksin juga dianggap sebagai faktor penentu dari perbaikan ekonomi.
"Pengadaan vaksin bisa menjadi pendobrak pertumbuhan ekonomi. Karena, diharapkan dengan adanya vaksin bisa meningkatkan mobilitas masyarakat untuk industri produktif terkait," pungkasnya. (*)