Pemkab Sleman Berencana Bangun TPST di Tiga Lokasi untuk Tangani Permasalahan Sampah
Dinas Lingkungan Hidup Sleman sedang menggagas pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di tiga lokasi.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab( Sleman melalui Dinas Lingkungan Hidup sedang menggagas pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di tiga lokasi.
Masing-masing ada di wilayah Sleman bagian barat, tengah dan timur.
Hal tersebut diharapkan dapat menanggulangi persoalan sampah di Bumi Sembada.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, Dwi Anta Sudibya, mengatakan wilayah Sleman bagian barat, lokasi TPST direncanakan akan dibangun di Kalurahan Sendangrejo, Kapanewon (Kecamatan) Minggir.
Sedangkan Sleman tengah dan timur, lokasi TPST direncanakan masing-masing dibangun di Kalurahan Caturtunggal dan Tamanmartani.
Semua calon lokasi itu masih dalam proses penjajakan.
Menurutnya, warga Minggir yang berada disekitar lokasi pembangunan TPST bahkan pada akhir tahun 2020 sudah diajak studi banding ke Tangerang. Hingga kini prosesnya terus berjalan.
"Tahun ini, kalau oke (warga setuju), saya langsung desain UKL/UPL. Setelah itu, saja usulkan ke pusat, mudah-mudahan 2022 paling cepat," tuturnya, ditemui Selasa (2/3/2021).
TPST di Minggir akan dibangun dengan menempati lahan seluas 1,5 hektar.
Apabila warga sekitar setuju dan tidak ada masalah maka TPST rencananya akan dibangun paling cepat tahun 2022.
Nantinya, TPST dibangun dengan menerapkan teknologi canggih, sehingga diharapkan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Anggaran yang digunakan dari pemerintah pusat (APBN) dengan nominal sekitar Rp28 miliar.
Jumlah tersebut merupakan RAB untuk tahap pertama. Kapasitas daya tampungnya sekitar 30an ton perhari.
Tahap kedua akan ada peningkatan kapasitas. Hal itu supaya dapat memenuhi kebutuhan.
Sebab, volume sampah yang dihasilkan oleh warga Sleman jumlahnya mencapai 650 ton perhari, dan 200 ton di antaranya, selama ini mengandalkan pembuangan ke TPST Piyungan, di Bantul.
Dwi menyadari daya tampung satu TPST nantinya masih jauh untuk dapat memenuhi kapasitas volume sampah yang dihasilkan warga Sleman.
"Sehingga tidak mungkin jika hanya membangun di satu tempat," paparnya.
Dwi menambahkan tidak ada kompensasi secara langsung bagi warga yang tinggal di seputar calon lokasi TPST.
Akan tetapi warga bisa diberdayakan dari segi tenaga kerja maupun kolaborasi dalam penanganan sampah.
Baik sampah organik maupun yang anorganik dan sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali.
Konsepnya bisa dalam bentuk Badan Usaha milik Desa (BUMDes).
"Sehingga desa juga bisa memperoleh nilai tambah, tidak hanya mendapat limbah," tuturnya.
Kebutuhan akan adanya TPST di Bumi sembada terbilang cukup mendesak.
Mengingat kondisi TPST Piyungan, yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah bagi warga Kabupaten Sleman, Yogyakarta dan Bantul, kondisinya sudah overload bahkan beberapa kali terpaksa harus ditutup karena terjadi penumpukan.
Akibatnya, warga banyak yang kesulitan membuang sampah.
Selama ini, apabila TPST Piyungan sampai ditutup, Dwi mengaku pihaknya tidak bisa berbuat banyak.
Hanya mengimbau agar warga menahan dan tidak membuang sampah terlebih dahulu. Itupun diakuinya berat.
"Karena rumah makan maupun restoran kan tidak mungkin, dan tidak mau menimbun sampah," jelas Dwi.
Kini, sembari menunggu TPST terealisasi, pihaknya mendorong dilakukannya pengembangan tempat pengelolaan sampah 3 R (Reuse, Reduce dan Recycle) secara terpadu.
Konsepnya dengan pemilahan sampah dan pengelolaan sampah organik dengan budidaya maggot.
Di samping dapat mengurangi sampah organik secara cepat, maggot juga bernilai ekonomis sebagai pakan ayam maupun lele.
Saat ini, sudah ada dua tempat pengelolaan sampah 3R di Kabupaten Sleman yang aktif mengolah sampah organik dengan budidaya maggot yakni di Randu Alas Ngaglik, dan Purwomartani Kalasan. (*)