Wayang Cina-Jawa Hanya Ada 2 di Dunia, di Yale University Amerika dan Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Museum Sonobudoyo Yogyakarta kembali menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan publik dengan menyelenggarakan Pameran Temporer

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Hanif Suryo
Opening pameran Temporer "Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan" di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo, Jl. Pangurakan No. 4 Yogyakarta, Jumat (26/2/2021) 

Enam seni pertunjukan turut ditampilkan dalam pameran ini adalah Srimpi Muncar, Beksan Golek Menak-keduanya adalah tari klasik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan empat kesenian di luar keraton: Ketoprak, Samsi/Barongsai, Potehi dan Wacinwa.

Melalui caranya masing-masing, keenam kesenian tersebut menunjukkan bagaimana pengampu kesenian Jawa dan Cina yang hidup bersama di Yogyakarta mengembangkan sikap terbuka untuk saling berbagi, memberi dan menerima unsur budaya masing-masing. Seni pertunjukan menjadi peretas sekat-sekat sektarian.

Baca juga: Rubrik Otomotif Gaspol 52: FR70 Cikal Bakal Bebek Suzuki di Indonesia yang Menolak Punah

Gan Thwan Sing, Tokoh Jenius di Bidang Pewayangan'
Bicara wayang Cina-Jawa tak bisa dilepaskan dari seorang jenis di bidang pewayangan, Gan Thwan Sing, seorang Tionghoa dari Jatinom kelahiran 1885.

Gan Thwan Sing merupakan sosok pengagum tontonan wayang kulit. Di samping itu, ia juga menyukai cerita-cerita klasik Tiongkok, baik yang bergambar maupun yang dikisahkan kakeknya.

Pada awal abad ke-20 ia ke Yogyakarta yang
kebetulan di kota ini berkembang seni pertunjukan tradisional Jawa, wayang dan kethoprak.

Dari pergaulannya dengan para seniman Jawa, Gan Thwan Sing menggagas untuk memadukan antara seni pertunjukan wayang kulit Jawa dengan cerita
klasik Tiongkok. 

Melalui proses kreatif yang menakjubkan, dari tangannya lahirlah hasil karya Wayang Cina Jawa (Wacinwa) yang unik dan menarik. Ia juga membuat menulis (handschrift) dalam bahasa dan huruf Jawa cerita Tiongkok klasik untuk pedoman mendalang Wacinwa.

Pergelaran seni pertunjukan yang digagas itu merupakan paduan seni Jawa dan Cina. Seni pedalangan dengan gamelan lengkap serta niyaga dan pesinden sebagai sarananya merupakan seni tradisi Jawa. Adapun cerita yang disajikan yaitu cerita-cerita klasik Tiongkok atau Cina. Gan Thwan Sing juga mendidik kader sebagai penerusnya, namun sayang mereka lebih dahulu dipanggil Tuhan. 

Dari sisi seni pertunjukan, lahirnya Wacinwa merupakan sumbangan yang sangat bernilai dari warga keturunan Tionghoa. Disebut sangat bernilai karena Wacinwa karya Gan Thwan Sing hanya ada dua di dunia. (han)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved